Brimob dan Tuntutan untuk Rendah Hati

Saverianus S. Suhardi

Monday, 30-09-2024 | 10:46 am

MDN
Suryadi-Pemerhati Budaya & Kepolisian [Foto: Ist]

Jakarta, Inakoran.com

"Saya orang ndeso, asal Lawang, Malang, Jawa Timur. Bapak saya sudah almarhum. Dulu di kampung, Bapak buruh tani, nggak punya lahan tanah sendiri."

-Komjen Pol Drs. Imam Widodo, M.Han, Depok, Jabar, Senin, 30/10/2023-

...Di sini aku belajar untuk merangkak// Membumi,

dan tidak lupa diri// sebab, siapalah aku yang

 berani mengangkasa// lantas lupa terhadap

 leluhurnya// Sungguh, jika aku demikian,

celakalah (Juli 2023, Tim KKN UNM Malang)

--Imanuelaputri Dewanty. "Kunang-Kenang di Mulyoarjo", Mei 2024: hal.96.

 

BRIGADE Mobil (Brimob) bagian tak terpisahkan dan takkan terbelahkan dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Brimob merupakan special force Polri untuk menghadapi kegentingan dan gangguan berintensitas tinggi dalam kualifikasi mampu menghadapi gangguan keamanan dalam negeri (kamdagri). Cirinya, bergerak cepat efisien dalam jumlah kecil-kecil.

Ganguan yang dihadapi (baik bersama unsur TNI maupun unsur-unsur lainnya), mungkin terjadi antara lain di perbatasan negara atau gangguan bersenjata di daerah-daerah rawan. Juga, kriminal bersenjata pemasok atau jejaring obat-obatan terlarang yang juga melibatkan orang asing. Kemudian, bersiaga menghadapi kelompok pengacau pengguna bahan kimia, biologi, radioaktif, peledak, dan nuklir. 

BACA JUGA: Politik Ugal-ugalan ASN Beban Elektoral Petahana

Tak hanya itu, dalam fungsi sosialnya, Brimob dikerahkan untuk kepentingan penanggulangan bencana alam, serta pencarian dan penyelamatan (SAR, search and rescue) berikut dampak yang ditimbulkan akibat bencana tersebut. Mereka terampil menyiapkan dapur umum untuk masyarakat, khususnya di daerah bencana dan sekitarnya.

Bahkan, pada bencana nasional non alam, termasuk  Pandemi Covid-19 yang nyaris “mengunci” pergerakan sosial dan ekonomi, Brimob bertindak nyata. Pada persitiwa kemanusiaan ini, mereka bergerak mulai dari awal disinfektanisasi sampai kepada pengawalan vaksin ke seluruh Tanah Air dalam kerangka peningkatan kekebalan (imunitas) anak-anak bangsa.

Tak pula luput dari perhatian mereka, yaitu penanggulangan huru-hara (PHH) yang didalangi oleh kelompok atau individu (“berkabut” kelompok atau mengatasnamakan rakyat), baik bermotivasi  politik, ekonomi, maupun lainnya. 

BACA JUGA: Terungkap Modus Guru di Gorontalo Lakukan Tindakan Asusila: Manfaatkan Status Yatim Piatu Korban

Pendek kata, Brimob sebagai bagian dari Polri, senantisa ada dan siaga untuk dikerahkan dalam berbagai momen gangguan kamdagri berintensitas tinggi. Semua dilakukan dengan melepaskan kepentingan individu personel. Termasuk kepentingan pengakuan. Harus!  

Brimob dan Tuntutan Kerendahan Hati

Pada 1 Agustus 2024 lalu, Korps Brimob menerima 877 personel baru. Mereka terdiri atas lima perwira remaja (paja, satu di antaranya lulusan terbaik/penerima Adhimakayasa Akpol 2024), 178 bintara remaja (baja berpangkat bripda), dan 699 tamtama remaja (taja berpangkat bharada).

Dengan tambahan tersebut, personel Brimob kini berjumlah tak kurang dari 53.693 orang. Bila diasumsikan jumlah total anggota Polri 570.000-an, berarti tidak lebih dari 10 persen di antaranya adalah personel Brimob. Jumlah ini terdiri atas tamtama (Brimob), bintara, perwira pertama (pama), perwira menengah (pamen), dan jumlah tersedikit perwira tinggi (pati).

Semua anggota Polri dengan masing-masing keahlian dituntut rendah hati  (humble). Demikian pula Brimob. Untuk dapat “sukses Polri merupakan sukses masyarakat”, syarat utamanya adalah selalu mendapat dukungan berupa empati dan simpati masyarakat.

BACA JUGA: Ketika Ibu Negara Minta Maaf …

Sebab, masyarakat merupakan tempat mereka berkubang sehari-hari. Bukankah tak satu pun persoalan masyarakat lepas dari cermatan polisi? Mencermati, tentu saja, tidak selalu dimaknai menginteli, melainkan sebagai tindakan preemptif dan preventif.

Kerendahan hati dengan tidak meninggalkan ketegasan yang berkeadilan, menjadi kunci utama agar di mata rakyat hidup sungguh-sungguh sederhana (tanpa dibuat-buat), nantinya akan berujung pada kemampuan adaptasi (menyesuaikan diri).

Kemampuan beradaptasi (positif) merupakan kunci utama untuk terselenggaranya fungsi pememeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Dengan ini pula sekaligus Brimob telah memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam kerangka itulah fungsi dan tugas menjaga kamdagri yang diembannya, akan dapat terlaksana secara efektif. Kondisi serupa ini, tentu akan membuka ruang kondusif bagi  penegakkan hukum  yang berkeadilan (baca UU RI N0. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian).

Ngombe

Di awal tulisan ini sengaja dicuplikkan kalimat ucapan Komandan Korps Brimob Polri, Komjen Pol. Drs. Imam Widodo, M.Han kepada penulis beberapa waktu lalu. Juga sepenggal puisi dari bagian akhir tulisan hasil penelitian Imanuelaputri Dewanty dkk di Mulyoarjo - desa yang tak jauh dari asal dan akar budaya Imam di Lawang, Malang, Jatim.

Karya hasil peneltian Imanuela (dkk) yang akrab disapa Putri itu dibukukan dengan judul Kunang-kenang di Mulyoarjo (KKM) telah terbit pada Mei 2024. Dosen Bahasa Jawa Universitas Negeri Malang (UNM), Teguh Tri Wahyuni, M.A. pada pengantar  karya literasi ini mengaku, teringat pada dua rangkaian ungkapan (Jawa) warisan leluhur: “urip mung mampir Ngombe” dan “mikul ndhuwur mendhem jero”.

BACA JUGA: Disinggung Soal Peluang Jadi Anggota Wantimpres, Jokowi Serahkan pada Prabowo

Teguh melanjutkan, ungkapan pertama mengungkapkan masyarakat sebagai sumur pengetahuan serta pewaris sastra dan tradisi lisan yang layak ditimba. Ungkapan yang kedua, terwujud dalam bentuk narasi berbagai jasa para leluhur yang terungkap dan berbagai sisi negatif mereka yang dipendam dalam-dalam.

Bukankah untuk ngombe (minum) dalam artian menimba sebanyak-banyaknya ilmu dari masyarakat, memerlukan kerendahan hati?

Gengsi-gengsian dengan alasan bahwa warisan leluhur sudah ketinggalan oleh kemajuan teknologi tinggi, justru seperti ‘berharap burung nan terbang, sementara punai di tangan dilepaskan’.

Masih terlalu banyak terserak mutiara kerafiran leluhur yang patut diasah dan dipedomani, namun belum  tergali dan terungkap ke permukan hanya lantaran kemalasan membaca yang jauh dari ‘cepat saji’. Membaca apa yang ada pada kedalamannya.** 

 

(Suryadi-Pemerhati Budaya & Kepolisian)

KOMENTAR