Ini Penjelasan PKS Terkait Sebutan Santri Post-Islamisme Terhadap Sandiaga Uno

Sifi Masdi

Monday, 13-08-2018 | 17:04 pm

MDN
Presiden PKS Sohibul Iman (tengah) berpidato saat deklarasi Prabowo-Sandi sebagai Capres-Cawapres, di Jalan Kertanegara, Jakarta, Kamis (9/8/2018) [ist]

Jakarta, Inako

Presiden PKS Sohibul Iman memberikan pernyataan yang cukup  mengejutkan publik saat deklarasi Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sebagai Capres-Cawapres, di Jalan Kertanegara, Jakarta, Kamis (9/8/2018). Saat itu, Sohibul menyebut Sandiaga Uno sebagai santri era post-Islamisme.

Kontan saja sebutan itu itu mengundang banyak komentar. Beberapa pihak mengatakan bahwa sebutan Sandi sebagai santri era post-Islamisme terlalu dipaksakan. Pasalnya, sebutan itu baru dimunculkan saat Sandi dideklarasi sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto.

Apakah Sandi memang pantas disebut sebagai santri post-Islamisme itu? Pernyataan ini akhirnya mau tidak mau untuk melihat lagi pengertian santri post-Islamisme itu.

Direktur Pencapresan PKS Suhud Aliyudin mengatakan dalam terminologi keilmuan, ada banyak istilah soal gerakan Islam. Mulai dari reformis, revitalis, fundamentalis, hingga post-Islamis. Sandi, kata Suhud, masuk kategori terakhir. 

"Fundamentalis sering juga disebut kelompok Islamis. Kemudian ada terminologi post-Islamis, post-Islamisme. Kalau fundamentalis atau Islamis itu kan cenderung menampakkan ke-Islaman itu beserta dengan simbol-simbol. Jadi pakai jubah, pakai apa. Ada Islam, Islamiyalah. Perumahan Islam. Pokoknya serba ada," ujar Suhud, Senin (13/8/2018). 

Orang-orang post-Islamis, kata Suhud, tak mengedepankan simbol Islam, meski penting. Mereka fokus di substansi. 

"Substansi itu maksudnya dia tidak mementingkan simbol, artinya dia tidak harus pakai jubah tetapi nilai-nilai santri itu, nilai-nilai ke-Islaman itu ada pada diri dia," ucap Suhud.

Merujuk istilah santri post-Islamis, Suhud mengatakan bahwa Sandi relatif memenuhi kriteria sebagai orang yang memenuhi karakter baik. 

"Dia artinya jujur, relatiflah ya, relatif jujur, menghormati perbedaan, dia toleransi. Artinya, seseorang untuk menjadi baik itu tidak mesti harus orang pesantren, katakanlah begitu," tutur Suhud. 

Menurut Suhud, orang yang tidak mengenyam pendidikan pesantren juga bisa memiliki nilai-nilai baik yang ada dan diajarkan di pesantren. Sandi memang tidak berasal dari pesantren, bahkan pernah sekolah di SMA Pangudi Luhur, sekolah Katolik. Ada kemungkinan juga Sandi tidak bisa kitab gundul. Namun, Suhud menyebut karakter Sandi sudah seperti seorang santri, santri post-Islamisme.

"Tetapi karakternya, moralitasnya mencerminkan seorang santri. Makanya Kang Iman menyebut santri post-Islamis. Artinya, memang orang Islam yang lebih mementingkan substansi ketimbang simbol-simbol. Simbol penting, tetapi yang lebih penting adalah substansi," jelas Suhud. 

 


 

KOMENTAR