Investor Kripto Menanti Pemangkasan Suku Bunga The Fed

Sifi Masdi

Tuesday, 18-02-2025 | 13:05 pm

MDN
Ilustrasi mata uang kripto [ist]


 

 

Jakarta, Inakoran

Para investor, khususnya di sektor kripto, kini tengah menantikan langkah kebijakan ekonomi yang akan diambil oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, dengan fokus utama pada potensi pemangkasan suku bunga yang akan dilakukan oleh The Fed (Federal Reserve). Saat ini, suku bunga telah turun 100 basis poin dari level tertingginya, yakni 5,5 persen—suatu level yang merupakan yang tertinggi sejak krisis finansial global tahun 2008.

 

Dalam 18 bulan terakhir, inflasi di AS telah menurun dari puncaknya di 9 persen menjadi 3 persen. Meskipun demikian, pejabat The Fed masih menunggu hingga inflasi mencapai target 2 persen sebelum mempertimbangkan pemangkasan suku bunga tambahan. Ini berarti kebijakan moneter saat ini mungkin akan tetap dipertahankan tanpa adanya pemangkasan lebih lanjut dalam waktu dekat.

 

Analis dari Nanovest menekankan bahwa harapan investor kripto dan pasar saham adalah suku bunga The Fed dapat terus turun hingga mencapai level 2,5 persen, yang berarti pemangkasan tambahan sebesar 200 basis poin dari posisi saat ini. "Suku bunga yang lebih rendah akan memberikan dorongan bagi pasar keuangan, meningkatkan likuiditas, serta memperkuat daya beli konsumen," ungkap analis tersebut.

 


BACA JUGA:

EXCL akan Bagi Dividen Sebelum Merger dengan FREN

IHSG Menguat di Posisi 6.856,94: Selasa (18/2/2025)

Coinbase Raih Laba  Bersih USD 1,29 miliar di Kuartal IV-2024: Efek Donald Trump

Robert Kiyosaki: Penetapan Tarif Impor Trump Bikin  Harga Bitcoin Anjlok


 

Risiko Kebijakan Tarif

Namun, kebijakan ekonomi yang dijalankan oleh Donald Trump, terutama terkait penerapan tarif impor, berpotensi menggagalkan skenario pemangkasan suku bunga lebih lanjut. Jika kebijakan tarif yang agresif terus diterapkan, ada kemungkinan The Fed justru akan mengambil langkah sebaliknya dengan menaikkan kembali suku bunga untuk mengendalikan dampak inflasi yang ditimbulkan oleh kebijakan proteksionis tersebut.

 

Perang tarif yang sedang berlangsung dapat memperburuk kondisi inflasi di AS. Pengenaan tarif terhadap mitra dagang utama seperti China, Meksiko, Kanada, dan Kolombia, serta ancaman tarif baru terhadap Uni Eropa, dapat berdampak signifikan. Negara-negara tersebut menyumbang sekitar USD 1,7 triliun terhadap total impor AS pada tahun 2024, yang setara dengan 6 persen dari produk domestik bruto (GDP) AS.

 

"Jika kebijakan ini terus berlanjut atau bahkan berkembang menjadi perang dagang yang lebih luas, dampaknya terhadap harga barang dan jasa akan semakin besar," kata analis Nanovest. Ini tentu menjadi pukulan bagi investor yang berharap suku bunga terus turun, karena inflasi yang kembali meningkat dapat memaksa The Fed untuk kembali mengetatkan kebijakan moneternya.

 

Efisiensi Anggaran

Selain itu, Trump, dengan dukungan dari tokoh seperti Elon Musk, berencana melakukan efisiensi besar-besaran dalam pengeluaran anggaran federal AS. Mereka percaya bahwa pengeluaran yang besar akan mendorong inflasi lebih tinggi. Oleh karena itu, pemangkasan anggaran diyakini akan menjadi langkah utama dalam menekan lonjakan harga barang dan jasa.

 

Jika kebijakan ini dijalankan, akan ada perubahan signifikan dalam struktur keuangan pemerintah, termasuk potensi pengurangan subsidi dan program sosial tertentu. Ini bisa berdampak luas terhadap ekonomi domestik, terutama bagi masyarakat yang bergantung pada program-program tersebut.

 

KOMENTAR