Kartini: Anak Bupati yang Dibelenggu dan Perjuangkan Kesetaraan Gender

Saverianus S. Suhardi

Tuesday, 26-04-2022 | 18:27 pm

MDN
Patriawati Narendra

 

 

Raden Ajeng Kartini lahir dari keluarga aristokrat. Dia adalah puteri Bupati Jepara. Meskipun demikian, status itu tidak membuatnya terbebas dari belenggu diskriminasi dan feodalisme yang mengakar kuat pada masa itu.

Akan tetapi, Kartini adalah seorang yang gemar membaca, sehingga wawasannya sangat luas. Pengetahuan yang luas tercermin dari kuatnya karakter kepribadian seorang Kartini.


Baca juga: Resmikan Sambungan Air Bersih di Gendayakan, Warga: Semoga Puan Jadi Presiden


 

Dengan pengetahuan dan karakternya yang demikian, Kartini muda bangkit dan ingin memerdekakan dirinya sendiri dan kaumnya dari belenggu feodalisme dan diskriminasi gender.

Kartini menuntut kebebasan bangsanya terutama keterbukaan terhadap informasi dan pendidikan yang telah sekian lama tidak dirasakan oleh kaum perempuan. Kartini menganggap kaum perempuan berhak mendapatkan pendidikan seperti laki-laki. Perempuan adalah guru sejati bagi anak-anak.

Keberanian Kartini menentang feodalisme dan diskriminasi gender terungkap dalam kutipan-kutipan suratnya kepada Prof. Anton dan Nyonya yang ditulis pada bulan Oktober 1901, “Barang siapa tidak berani, dia tidak bakal menang."

Kutipan lainnya berbunyi, “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak wanita, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak wanita itu menjadi saingan laki-laki dalam hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya yang diserahkan alam (sunatullah) sendiri ke dalam tangannya, menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.”

Sejak saat itu, Kartini bertekad memajukan kaum wanita dan menurutnya itu bisa dilakukan melalui pendidikan.

Cita-cita itu terwujud ketika Kartini mendirikan sekolah gratis untuk kaum perempuan di daerah kelahirannya, Jepara. Di sekolah tersebut, para siswa mendapatkan pelajaran menjahit, menyulam, memasak, dan sebagainya.

Perjuangan Kartini membuahkan hasil pada tahun 1912, saat Sekolah Wanita didirikan oleh Yayasan Kartini di Semarang yang kemudian meluas ke Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon serta daerah lainnya. Sekolah-sekolah tersebut kemudian diberi nama "Sekolah Kartini" untuk menghormati jasa-jasanya.

Kartini juga memperjuangkan emansipasi melalui tulisan. Buku "Door Duisternis tot Licht" atau "Habis Gelap Terbitlah Terangmerupakan kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini.

Surat-surat itu ia tulis untuk sahabat-sahabatnya di Belanda. Buku tersebut menjadi bukti betapa besarnya keinginan Kartini untuk melepaskan kaumnya dari diskriminasi.

Tulisan-tulisan Kartini pada buku tersebut menginspirasi dan memotivasi perjuangan bagi kaum wanita Indonesia saat itu dan berpengaruh sampai sekarang.

Tulisan-tulisan Kartini mengandung makna ketuhanan, kebijaksanaan dan keindahan, peri kemanusiaan dan sarat akan nasionalisme.

Kartini adalah simbol kecerdasan, kemandirian, keuletan dan keberanian seorang wanita Indonesia. Dia adalah teladan yang dengan berani menentang dominasi kaum laki-laki.  

Berkat perjuangan Kartini, kaum perempuan memiliki kesempatan untuk berkontribusi bagi kemajuan Indonesia dan dunia. Semangat Kartini adalah semangat wanita Indonesia. Terimakasih Raden Ajeng Kartini, terimakasih Indonesiaku.

 

Penulis: Patriawati Narendra, S.K.M., M.K.M

 

KOMENTAR