Katakan TIDAK Pada Politik Uang!

Jakarta, Inako –
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak berpendapat, uang dan politik merupakan dua hal yang sangat sulit untuk dipisahkan. Pasalnya, tidak ada aktivitas politik yang tidak membutuhkan biaya dan uang meruapakan salah satu komponen biaya yang memungkinkan kegiatn politik bisa berjalan dengan lancar dan sukses.
Akan tetapi, kata Ansyar, terkadan uang sering dipakai sebagai mesin untuk mendulang suara. Inilah yang dalam dalam dunia politik, lanjut Ansyar, dikenal dengan sebutan politik uang.
Untuk itu itu, Ketum PP Pemuda Muhammadiyah itu mengingatkan masyarakat agar memahami bahwa korupsi itu berawal dari politik uang dalam proses pilkada.
Upaya mencegah korupsi, tambah Ansyar, harus dimulai dari sikap menolak politik uang, karena politik uang jelas menghambat pembangunan, tandasnya.
Masyarakat, sambungnya, diminta tidak tergiur dengan pemberian yang sifatnya sementara.
Politik uang menang bukan rahasia lagi dalam setiap perhelatan pilkada di sejumlah daerah. Paling tidak hal itu didasari hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas terkait politik uang dalam pilkada tahun 2015 lalu.
Penelitian yang dilakukan di sejumlah daerah seperti: Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu dan Sulawesi Utara, pada akhir tahun 2015 lalu mengejutkan.
Berdasarkan hasil penelitian itu ditemukan kasus yang mengagetkan. Ternyata 75% masyarakat tahu ada politik uang. 43% menagku menerima pemberian calon, namun tidak memilih. Sementara itu, ada sekitar 44% mengetahui adanya pelanggaran termasuk politik uang, tetapi enggan melapor.
Menanggapai hasil penelitian tersebut, Ansyar menyarankan agar masyarakat menolak menerima uang dari para tim sukses calon kepala daerah.
Dengan menolak pemberian, masyarakat bisa ikut mencegah praktik korupsi kepala daerah yang kehabisan modal saat pilkada.
"Karena, mereka yang membagi-bagikan uang ketika pilkada diyakini akan siap mengambil hak-hak publik di APBD, berapa saja sebagai pengganti," kata Ansyar.
Ansyar juga meminta agar pemilih tidak menggunakan haknya untuk memilih calon kepala daerah yang pernah terindikasi korupsi.
Pemilih diminta berpikir panjang untuk melihat dampak buruk pemimpin daerah yang menjalankan praktik korupsi.
Terlebih lagi, menurut Ansyar, calon kepala daerah yang pernah menyandang status narapidana kasus korupsisangat berpotensi untuk mengulangi perbuatan.
"Korupsi adalah kejahatan laten dan kapan saja bisa terulang. Pemilih tidak boleh toleransi kepada calon kepala daerahnya yang terkait dengan kasus korupsi," kata Ansyar.
TAG#Politik Uang, #Pilkada Serentak 2018, #Katak Tidak pada politik uang
190315262
KOMENTAR