Kontributor Utama Penerimaan Pajak Adalah PPh Non-Migas

Jakarta, Inako
Pertumbuhan penerimaan pajak sepanjang Januari-Juli 2019 ditopang oleh kinerja PPh non-migas yang tumbuh 5,27% year on year (yoy). Bila melihat lebih dalam, kontributor utama pertumbuhan PPh non-migas berasal dari jenis pajak PPh Pasal 21, yang tumbuh double digit 12,31% yoy.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan angka tersebut berasal dari withholding tax yang dipotong dari gaji atau honorarium yang diterima oleh pekerja atau karyawan, stabilnya fundamental kondisi ketenagakerjaan menjadi faktor utama pendorong penerimaan.
Menurut data terbaru, Upah Nominal Buruh atau Pekerja bulan Juni 2019 masih menunjukkan peningkatan, yang dibarengi peningkatan pemerataan pendapatan, ditandai oleh turunnya Gini Ratio Maret 2019 sebesar 0,002 poin terhadap September 2018.
Jenis pajak lainnya yang juga tumbuh double digit adalah PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi (OP). Sampai dengan bulan Juli ini kinerjanya cukup menggembirakan, tumbuh 15,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
PPh Pasal 25/29 OP merupakan salah satu jenis pajak yang mengalami peningkatan kinerja akibat perluasan basis pembayar pajak (tax base) pasca program Tax Amnesty (TA).
Namun, jenis pajak ini menunjukkan sinyal normalisasi pasca TA, ditandai dengan telah setaranya pertumbuhan setoran Wajib Pajak (WP) non-Peserta TA dengan pertumbuhan WP Peserta TA, yang mengisyaratkan bahwa kinerja PPh Pasal 25/29 OP saat ini telah mulai merefleksikan kondisi riil kesetimbangan baru.
Jenis PPh Nonmigas lain yang juga tumbuh cukup sehat adalah PPh Pasal 22 dan PPh Final. PPh Pasal 22 tumbuh 8,07% yoy terutama disumbang oleh kinerja Sektor Ketenagalistrikan, sedangkan PPh Final tumbuh 4,52% yoy dengan Sektor jasa keuangan & asuransi sebagai kontributor utama.
Sementara itu, PPh Pasal 25/29 Badan tumbuh 0,94% yoy atau mengalami perlambatan dibandingkan kinerja tahun lalu. Direktur Jendral Pajak Robert Pakpahan menilai hal itu disebabkan tingginya restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak serta perlambatan pertumbuhan laba korporasi 2018 secara umum.
Apabila restitusi dikeluarkan dari perhitungan, PPh Pasal 25/29 secara bruto sebenarnya tumbuh 3,09% yoy. “Efek peningkatan restitusi paling dirasakan oleh jenis pajak PPN Dalam Negeri,” kata Robert dalam Konferensi Pers Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN KITA) edisi Agustus 2019, di kantor Kementerian Keuangan, Senin (26/8).
TAG#Kementerian Keuangan, #Pajak, #PPh Non Migas
190328888
KOMENTAR