Masyarakat Desak Bupati Mabar Atasi Kisruh Persyaratan Perda  di  BPN Mabar

Sifi Masdi

Wednesday, 23-04-2025 | 14:09 pm

MDN
Kantor BPN Manggarai Barat – NTT [ist]


 

 

Labuan Bajo, Inakoran

Warga Manggarai Barat mendesak Bupati Mabar Edistasius Endi untuk segera mengambil tindakan  mengatasi kisruh tanah di wilayah Mabar setelah munculnya kebijakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat yang mengharuskan perlunya Peraturan Daerah (Perda) sebagai syarat untuk menerbitkan sertifikat tanah.

 

Alfon Dambut salah satu tokoh yang mewakili 138 orang warga yang sertifikat tanah miliknya terkatung-katung karena ditolak oleh BPN, mengatakan keharusan adanya Perda untuk penerbitan sertifikat dianggap melanggar hukum dan tidak masuk akal.

 

“Kami minta Bupati Mabar segera berkoordinasi dengan BPN untuk atasi persoalan ini, sehingga kemelut ini tidak berkepanjangan,” kata Alfon Dambut dalam pernyataan yang diterima Inakoran.com, Rabu (23/4/2025).

 

Menurut Alfon masalah ini sudah berlangsung beberapa tahun lalu. Ia mengatakan pada tanggal 20 Agustus 2021, Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi menyurati Kepala Kantor Pertanahan Manggarai Barat. Surat itu merupakan tanggapan atas permohonan dari BPN Manggarai Barat tentang   petunjuk terkait permasalahan wilayah administrasi desa, wilayah administrasi adat dan kelembagaan adat di lokasi Menjerite, Labuan Bajo, Mabar.

 

“Dalam surat Bupati itu, secara tegas dijelaskan bahwa lokasi Nerot dan Menjerite berada   di kelurahan Wae Kelambu. Sementara wilayah adat Terlaing dan Menjerite adalah Lancang, ”  ujar Yosep Akop, tokoh adat Terlaing.

 


BACA JUGA:

Tuntutan Perda BPN Mabar Dalam Proses Sertifikat Tanah, Tidak Masuk Akal

BPN Mabar Diduga Korupsi, 138 Warga Lapor ke Kapolres dan Kejaksaan Mabar

Sindikat Mafia Tanah di Labuan Bajo Kian Ganas, Dokumen yang Diduga Palsu Buat Dokumen Palsu Lagi

Tua Teno Terlaing Duga Ada Aktor Intelektual yang Berkonspirasi di Balik Laporan Polisi yang Dibuat Dua Tokoh Adat Rareng

Diduga Cemarkan Nama Baik, HA dan BT Dipolisikan Balik Oleh Tua Adat Terlaing


 

Menurut Akop, posisi wilayah ini makin kuat ketika ada putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara Terlaing dengan Bona Abunawan.

 

Hal  yang sama juga disampaikan Alfon Dambut. Ia mengatakan masalah sertifikat menjadi hangat dikalangan warga yang diwakilinya  terutama setelah muncul kebijakan BPN yang mengharuskan adanya Perda untuk menerbitkan sertifikat. Karena itu, pihaknya  meminta Bupati Mabar dan BPN untuk berkoordinasi mengatasi malasah ini.

“Entah kapan Perda itu terbit, kita tidak tahu. Apakah kita tunggu Perda yang tidak jelas itu?” tegas Alfon Dambut dengan nada jengkel.

 

Seperti diketahui pada tanggal 17 April  2025 minggu lalu, terjadi pertemuan antara  Kejari yang diwakili Bapak Sarta, SH dan  stafnya  dengan tiga orang perwakilan  warga yaitu Alfon Dambut, Yosep Yakop dan Berto. Dalam pertemuan tersebut perwakilan warga mempertanyakan  Perda sebagai syarat untuk menerbitkan sertifikat tanah.

 

Menurut Alfon, yang mewakili sekitar 138 orang warga, ketika pihak Kejari membicarakan soal Perda sebagai syarat penerbitan sertifikat, warga langsung memberikan tanggapan bahwa tanah yang mereka ajukan adalah milik pribadi. Lagi pula salama ini sudah banyak sertifikat yang sudah diterbitkan di kawasan tersebut tanpa Perda.

 

Desak Bupati Atasi Kemelut

Dalam rangka untuk mengatasi kemelut tersebut, masyarakat mendesak Bupati  Manggarai Barat untuk segera turun tangan. “Jika ini dibiarkan, pembangunan di Mabar terganggu,” tegas Alfon.

 

Sebagaimana diberitakan  sebelumnya, empat orang yang mewakili 138 warga sudah melaporkan  BPN  Manggarai Barat ke polisi dan kejaksaan terkait dugaan korupsi.

 

Dugaan korupsi itu mengacu pada peristiwa pada tahun 2019. Pada saat itu sebanyak 143 warga mengajukan penerbitan  sertifikat ke BPN. Setelah semua dokumen lengkap, pendaftaran mulai dilakukan dan masyarakat diwajibkan untuk menyetor uang pendaftaran sekitar Rp 100 juta lebih.

 

Namun di luar dugaan, saat itu BPN hanya bisa menerbitkan 5 sertifikat saja, sementara yang lain tidak terbit. Alasan BPN karena ada sanggahan dari Edu Gunung sekeluarga dan Bonafantura Abunawan.

 

Warga pun kecewa dengan kebijakan BPN dan tidak mengerti dengan alasan tersebut. Mereka pun mengajukan surat kepada BPN hingga berkali-kali. Namun hingga saat ini tidak ada respon dari BPN. Bahkan sebaliknya BPN justru meminta warga untuk menempuh jalan hukum kepada pihak yang menyanggah.

 

“Atas arahan BPN, kami sudah tempuh jalur hukum dan sudah ada keputusan Mahkamah Agung, hingga saudara Bona Abunawan di penjara. Setelah ada keputusan MA, kami kembali surat BPN untuk melanjutkan proses penerbitan, tetapi lagi-lagi tidak ada respon dari BPN,” jelas pernyataan warga yang disampaikan kepada Inakoran.com minggu lalu.

 

Mereka menambahkan bahwa warga sudah putus asa dengan permainan BPN, namun mereka berusaha untuk menahan diri agar  tidak muncul konflik fisik dengan BPN. Mereka tetap menempuh jalur hukum dengan mengajukan aduan terkait dugaan korupsi BPN kepada Kapolres Manggarai Barat.

 

Dalam surat yang ditujukan kepada Kapolres Mabar, mereka  mempertanyakan kinerja BPN Manggarai sebagai berikut:

Pertama, kami mempertanyakan penggunaan uang kami yang sudah disetorkan 5 tahun lalu. Kami menduga uang itu  sudah dimanipulasi  atau dikorupsi.

Kedua, di lokasi yang kami ajukan sudah banyak terbit sertifikat dan kebanyakan orang luar

Ketiga, tanah yang kami ajukan sudah milik pribadi. Untuk alas hak dibuat berdasarkan dokumen di wilayah itu.

Keempat, sudah lima tahun proses ini terlunta-lunta dan pihak BPN tidak pernah melakukan mediasi.

Kelima, Bupati Manggarai Barat sudah menyampaikan surat resmi ke BPN bahwa tanah yang kami ajukan, asal muasal dari wilayah adat Terlaing.  Ketika ada sanggahan maka proses pengadilan dilakukan hingga MA.

Keenam, tuntutan BPN perlu adanya Perda sebagai syarat untuk penerbitan sertifikat tidak masuk akal. Jika tuntutan tersebut diterima, maka  proses sertikat tanah di  wilayah Manggarai Barat dibekukan karena sebagian besar tanah yang dimiliki perorangan berasal dari tanah Ulayat.

Ketujuh, meminta Bapak Kapolres untuk mengatasi kemelut ini demi keadilan dan menjaga suasana kondusif di Labuan Bajo.

 


 


 

KOMENTAR