Menimbang Moh. Solihin Pasca Pilkada 2020

Oleh. ; Adlan Daie
Analis Politik.Elektoral Indramayu
Jakarta, INAKORAN
Mengutip llustrasi George Orgil dalam karya metafor politiknya "Farm Animal" dengan perspektik positivistik Moh. Solihin adalah kader muda PKB ibarat "singa", yakni politisi "risk.taker", berani ambil.resiko dalam pertarungan kontestasi pilkada Indramayu 2020. Bukan tipologi politisi yang betah duduk berleyeh leyeh di taman asri politiknya dan bukan pula role model politisi bombastis yang wara wiri menyandarkan imajinasi ketokohannya seolah olah memandang basis sosial (baca: jama'ah) ibarat "aset barang" yang dapat dibungkus seperti paket siap antar sesuai deal transaksi tujuan politiknya.
Sayangnya, Moh. Solihin hanya bermodal mental "singa" sementara kontestasi pilkada ibarat hutan penuh lubang dan sungai jebakan politik tidak cukup sekedar dengan keberanian ala "singa", lebih dari itu, adalah kemampuan politik taktis ibarat "kancil" menaklukkan buaya buaya buas di sebuah sungai dan menyeberanginya sampai tujuan. Sebuah dongeng populer saat di Sekolah Dasar dulu dan menjadi memori kolektif dalam imajinasi politik kita hari ini. Inilah antara lain salah satu variabel Moh. Solihin gagal menyeberangi bentangan "sungai" pilkada, yakni gagal mencapai kemenangan elektoral.
Dalam peta pilkada serentak 2020 di Jawa Barat Moh.Solihin bukanlah satu satu nya kader muda sekaligus Ketua DPC PKB yang mengalami gagal menang. Ahmad Zamakhsyari (Jimmy) Ketua DPC PKB kab. Karawang dan Lepi Ali Firmansyah, .Ketua DPC PKB kab. Cianjur, mengalami kegagalan yang sama. Dari sisi prosentase dan urutan peringkat suaranya lebih baik dari dari capaian elektoral Moh. Solihin. Mereka berdua di urutan kedua setelah pemenang sementara Moh. Solihin di urutan ketiga setelah pemenang. Evaluasi objektif penting untuk progres politik PKB ke depan.
Di luar gambaran perolehan elektoral di.atas pelajaran dan hikmah politik yang dapat dipetik dalam konteks keikutsertaan Moh. Solihin dalam proses pilkada Indramayu, antara lain;
Pertama, Moh Solihin adalah contoh pertama bahwa PKB Indramayu memiliki keberanian politik untuk mengusung kadernya sendiri di posisi calon bupati. Sebuah "legacy" politik untuk jalan politik PKB ke depan tidak surut kembali hanya mengincar posisi "calon wakil" dalam kontestasi pilkada Indramayu. Di sinilah pentingnya politisi PKB bermental "singa" ala Moh. Solihin.
Kedua, basis sosial PKB adalah jamaah NU sangat besar jumlahnya dari sisi komunitas golongan tetapi dinamis fluktuatif secara elektoral kecuali sedikit menyisakan rumpun pemilih setia pada pilihan ideologis dan patron ketokohan. Pragmatisme politik taktis (manfaat timbal balik politik) penting diperkuat untuk perluasan basis dukungan demi harapan menang dalam kontestasi elektoral.
Ketiga, dalam konteks personal Moh. Solihin keikutsertaannya dalam pilkada Indramayu minimal menjadi parameter kuantitatif basis elektoralnya untuk modal menapak dan mendaki proyeksi tangga tangga politiknya ke depan, misalnya pada pemilu 2014, bisa ber kontestasi ke DPRD Provinsi Jawa Barat atau bahkan ke DPR.RI. Tiada guna berlarut larut dalam sesal kemudian. Bubur mustahil ditarik ulang menjadi nasi.
Demikianlah sedikit."catatan kaki" dalam menimbang prospek politik Moh. Solihin pasca pilkada. Dalam diktum politik Otto Van Bismoch "politics the art off the possible", politik adalah ruang kemungkinan selalu datang dan pergi. Maka jemputlah kemungkinan baru ke depan daripada tenggelam dalam gosip gosip politik "setor muka" dan "buang muka" ber peradaban rendah semi primitif.
Semoga bermanfaat.
TAG#ADLAN DAIE
190314786

KOMENTAR