Seksi HAAK Paroki St Paskalis Cempaka Putih Gelar Seminar Kebangsaan

Binsar

Saturday, 03-08-2019 | 11:40 am

MDN
Isidorus Riza Primahendra sedang membawa materi saat Seminar Kebangsaan di Gereja Paskalis, Sabtu (3/7) [Inakoran.com/Ina TV]

Jakarta, Inako

Seksi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAAK) Paroki St. Paskalis Cempaka Putih, Jakarta Pusat bekerja sama dengan Seksi Kerasulan Kitab Suci-BP3-Tim Penggerak Tahun Berhikmat 2019, menggelar Seminar Kebangsaan dan Ajaran Sosial Gereja, dengan tema 100 Persen Katolik, 100 Persen Indonesia, Kita Berhikmat Bangsa Bermartabat, yang diselenggarakan di Aula Fransiskus Gedung Karya Pastoral Gereja Santo Paskalis, Sabtu (3/7/19).

 

 

Seminar ini dihadiri sekitar 140 peserta yang berasal dari berbagai kalangan dan lintas profesi yang menaruh perhatian serius akan jati dirinya sebagai orang yang 100 persen Katolik dan 100 persen warga negara Indonesia.

Untuk mengupas substansi tema sebagaimana disebutkan di atas, Panitia Seminar menghadirkan sejumlah narasumber yang kompeten dalam bidangnya.

 

Yunarto Wijaya di antara para peserta seminar [Inakoran.com]

 

Narasumber dimaksud antara lain Isidorus Riza Primahendra (Ketua Perkumpulan Amerta), Yunarto Wijaya (Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia), Beka Ulung Hapsara (Komisioner Komnas Ham), Savic Ali (Direkur Islami.Co dan NU Online), Muhammad Abdullah Darraz, MA (Pengurus Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah), dan Rm Hieronimus Yoseph Dei Rupa, OFM (Dosen STF Driyarkara).

Dalam paparannya, Riza menyoroti cara beragama dari sebagian orang yang menurutnya gagal membedakan substansi dan unsur budaya dari sebuah agama. Akibatnya, orang kerap mencampuradukan antara unsur budaya yang menjadi latarbelakang munculnya sebuah agama, dengan apa yang menjadi inti agama dimaksud.

 

 

Mengutip Bung Karno, Riza mengajak agar orang yang beragama Islam tidak harus menjadi orang Arab, demikian juga dengan orang yang memilih memeluk agama Hindu dan Kristen, tidak perlu menjadi India dan Yahudi.

“Jika jadi Islam, janganlah menjadi orang Arab, Jika menjadi Hindu janganlah menjadi orang India, dan jika menjadi Kristen janganlah menjadi orang Yahudi,” tegasnya.

Sementara itu, narasumber lain, Yunarto Wijaya dalam paparannya mengatakan bahwa saat ini, bangsa Indonesia sedang mengalami polarisasi dalam kehidupan sosial.

Polarisasi, kata Yunarto, disebab banyak faktor, namun faktor utama, katanya, adalah menguatnya politik indentitas.

 

 

Politik identitas, lanjutnya, umumnya marak di wilayah perkotaan dan pada kelas menengah atas, sementara masyarakat pedesaan, katanya, tidak menjadikan hal itu sebagai sesuatu yang menarik apalagi dipertentangkan.

Untuk mengatasi polarisasi yang ditopang politik identitas, kata Yunarto, langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan kembali ke ideologi Pancasila.

Senada dengan Riza dan Yunarto, narasumber lain juga sepakat bahwa pemicu utama polarisasi yang berkembang dalam kehidupan sosial dewasa ini adalah karena menguatnya politik identitas baik pada level politik nasional maupun regional.

 

 

Untuk mengatasi kondisi itu, tidak ada cara lain kecuali kembali nilai-nilai Pancasila sebab Pancasila adalah kesepakatan maksimal yang telah diambil para pendiri bangsa saat awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini.

KOMENTAR