Seorang Warga Korsel Bakar Diri di Depan Kedubes Jepang di Seoul

Binsar

Saturday, 20-07-2019 | 07:31 am

MDN
Pria Korea berusia 70-an tahun itu memprotes pemerintah Jepang, lantaran ayahnya menjadi korban kerja paksa Jepang saat perang dunia puluhan tahun silam. [ist]

Jakarta, Inako

Melakukan protes terhadap sesuatu dengan membakar diri tentu bukan tindakan yang patut dipuji apalagi ditiru. Namun, apa boleh buat, cara itu justru dipilih seorang pria warga Korea Selatan pada Jumat (19/7) kemarin.

Pria berusia 70-an tahun itu memprotes pemerintah Jepang, lantaran ayahnya menjadi korban kerja paksa Jepang saat perang dunia puluhan tahun silam.

Karena alasan itu, pria naas itu nekad membakar diri hingga tewas di depan gedung Kedutaan Besar Jepang di Seoul pada Jumat (19/7).

Peristiwa itu menjadi sorotan dunia karena terjadi di tengah peningkatan ketegangan antara kedua negara.  Otoritas Tokyo mengatakan kepada AFP bahwa pria berusia 70-an tahun tersebut awalnya menyalakan api di dalam kendaraannya yang diparkir di luar gedung kedubes.

Aparat langsung diterjunkan ke lokasi dan melarikan pria itu ke rumah sakit. Namun, nyawa pria itu tak tertolong.

Dalam proses penyelidikan lebih lanjut, otoritas menemukan 20 tabung gas di dalam mobil pria tersebut.

Media lokal melaporkan bahwa ayah pria tersebut merupakan korban kerja paksa Jepang pada masa perang dunia.

Insiden ini memang terjadi di tengah peningkatan ketegangan antara Jepang dan Korea Selatan terkait isu kerja paksa pada masa perang.

Ketegangan bermula ketika beberapa pengadilan Korsel memerintahkan perusahaan Jepang yang menggunakan buruh pekerja paksa pada puluhan tahun lalu untuk memberikan kompensasi ke korban.

Tak lama setelahnya, Jepang melarang ekspor bahan baku teknologi untuk perusahaan raksasa Korsel, Samsung Elektronik.

Tokyo menyatakan bahwa larangan itu dikeluarkan atas dasar "kehilangan kepercayaan" karena Seoul mengekspor secara tak layak material dari Jepang.

Namun, Seoul menganggap pelarangan itu sebagai aksi balas dendam Jepang atas keputusan pengadilan Korsel terkait kompensasi kerja paksa.

KOMENTAR