Survei Indikator: Mayoritas Masyarakat Tak Percaya Ijazah Jokowi Palsu

Timoteus Duang

Wednesday, 28-05-2025 | 11:39 am

MDN
Founder dan peneliti utama Indikator Politik Indonesia, Prof. Burhanuddin Muhtadi

JAKARTA, INAKORAN.com - Lembaga survei Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei terbaru yang menyoroti kepercayaan publik terhadap lembaga negara dan penegakan hukum.

Salah satu topik yang disorot adalah isu dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo.

 

Survei menunjukkan bahwa 75,9% responden mengaku mengetahui atau pernah mendengar soal isu ini.

Namun, dari kelompok tersebut, hanya 18,7% yang percaya bahwa ijazah sarjana Jokowi palsu. Sebaliknya, mayoritas responden—sebesar 69,7%—tidak mempercayai tuduhan tersebut.

Rinciannya, 45% menyatakan sama sekali tidak percaya dan 24,7% menyatakan kurang percaya, sementara 13,7% percaya dan hanya 5% yang sangat percaya.

Baca juga: Libatkan Ahli Independen Teliti Ijazah Jokowi

Founder dan Peneliti utama Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, juga mengaitkan temuan ini dengan preferensi politik responden pada Pilpres 2024.

Tingkat kepercayaan terhadap tuduhan ijazah palsu lebih tinggi di kalangan pendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, yakni 40,2%.

Sementara itu, di kubu Ganjar Pranowo-Mahfud MD, angka kepercayaan berada di 20,6%, dan hanya 15,2% di antara pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming yang percaya tuduhan tersebut.

Baca juga: Keluarga Jokowi Berharap Polemik Terkait Tuduhan Ijazah Palsu Cepat Kelar

Sebaliknya, 71% pendukung Prabowo-Gibran tidak percaya ijazah Jokowi palsu, disusul pendukung Ganjar-Mahfud (61,9%) dan Anies-Muhaimin (50,9%).

Survei ini dilakukan pada 17–20 Mei 2025, melibatkan 1.286 responden yang dipilih menggunakan metode double sampling, yakni pengambilan sampel acak dari survei tatap muka sebelumnya.

Margin of error diperkirakan sebesar ±2,8% dengan tingkat kepercayaan 90%. Wawancara dilakukan melalui telepon oleh pewawancara terlatih.

Baca juga: Jokowi Turun Langsung ke Polda Metro Jaya Laporkan Polemik Ijazah Palsu

 

KOMENTAR