Bantuan Pembiayaan Perumahan Diakui Belum Menjawab Tantangan Tingginya Kebutuhan Rumah untuk MBR

Jakarta, Inako
Kebijakan dan program kemudahan atau bantuan pembiayaan perumahan yang sudah ada dinilai belum menjawab tantangan tingginya kebutuhan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) serta keterjangkauan daya beli MBR terhadap rumah subsidi yang rendah. Setidaknya, hingga 2019 tercatat 11 juta rumah tangga yang menghuni rumah tidak layak huni dan rumah tangga muda yang masih belum memiliki rumah.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan, Eko D. Heripoerwanto, dalam konfrensi pers terkait Progres Pembiayaan Perumahan TA 2019 dan Target 2020 di Media Center Kementerian PUPR, Kamis (26/12/2019).

Dalam acara yang dihadiri sejumlah wartawan dari berbagai media cetak, TV dan online ini, Eko mengatakan bahwa saat ini pihaknya terus berupaya mengingkatkan keterjangkaun kebutuhan rumah dengan menyiapkan berbagai kebijakan dan program kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan perumahan kepada MBR.
Ia menyebutkan beberapa program kemudahan atau bantuan perumahan saat ini yang telah berjalan, antara lain, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selesih Bunga (SBB), Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan (SBUM), dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).
“Sepanjang tahun 2015-2018, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menyalurkan bantuan FLPP sebanyak 216.660 unit dan bantuan SSB sebanyak 558.848 unit. Pada tahun 2019, per 23 Desember 2019, penyaluran bantuan FLPP sebanyak 77.564 unit dan bantuan SSB sebanyak 99.907 unit,” tegas Eko.
Eko menambahkan, pada tahun 2020 mendatang, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk FLPP sebesar Rp 11 triliun untuk memfasilitasi 102.500 unit rumah, SBB sebesar Rp 3,8 miliar yang akan digunakan untuk pembiyaan akad tahun-tahun sebelumnya, SBUM sebesar Rp 600 miliar untuk memfasilitasi 150.000 unit rumah. Sedangkan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungann (BP2BT) sebesar Rp 13,4 miliar untuk menfasilitasi 312 unit rumah. Target tersebut, tegas Eko, dapat ditingkatkan sesuai dengan kemampuan pasar hingga maskimal kurang lebih sebanyak 50.000 unit. Hal ini dikarekan BP2BT berasal dari PHLN yang kenaikan target output dan anggaran tidak memerlukan persetujuan DPR.
Disamping itu, Kemeterian PUPR juga sedang mengembangkan skema pemenuhan pembiayaan rumah untuk ASN/TNI/Polri yang memiliki penghasilan di atas Rp 8 juta saat ini. Skema penyaluran KPR tersebut adalah melalui penyalur KPR ASN/TNI/Polri, di mana Bank Penyalur KPR bekerjasama dengan Bendahara Gaji di Kementerian/Lembaga terkait yang bertanggung jawab atas pemotongan gaji guna pembayaran angsuran KPR.
Menurut Eko, pengajuan KPR dilakukan oleh ASN/TNI/Polri kepada Bank Penyalur kemudian Bank Penyalur melakukan pencairan KPR kepada debitur KPR tersebut kemudian dijual kepada PT SMF untuk kemudian dibayar dengan dana jangka panjang. Sementara aset KPR berada di PT SMF dijual dalam bentuk EBA/Covered Bond ASN/TNI/Polri ke pasar modal.
Sekedar informasi, berdasarkan status 23 Desember 2019, saat ini terdapat 19 Asosiai Pengembangan Perumahan serta 13.618 Pengembangan Perumahan yang telah terdaftar di dalam Pengelolaan Sistem Informasi Registrasi Pengembang (SIRENG). SIRENG merupakan cikal bakal penerapan akreditasi pengembang perumahan (ARSAP4) sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 24/PRT/M/2018, di mana seluruh pengembang harus terakreditasi dan teregistrasi dan seluruh asosiasi pengembangan harus tersertifikasi dan teregistrasi.
TAG#Kementerian PUPR, #Perumbahan, #Pembiayaan, #Infrastruktur, #Eko D. Heripoerwanto
199960381
KOMENTAR