Harga Minyak Tertekan: Pasar Cermati Ketegangan Dagang Jelang 1 Agustus

Sifi Masdi

Tuesday, 22-07-2025 | 09:48 am

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]


 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak mentah kembali terkoreksi pada perdagangan Selasa pagi (22 Juli 2025), di tengah kecemasan pasar atas ketidakpastian perundingan dagang antara Amerika Serikat dan mitra-mitra dagangnya. Meskipun melemah, harga minyak tetap bertahan di kisaran US$ 67 per barel.

 

Pukul 07.23 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Agustus 2025 tercatat di level US$ 67,10 per barel, turun 0,15% dari posisi sehari sebelumnya di US$ 67,20 per barel. Koreksi ini menandai penurunan yang tipis, namun tetap mencerminkan kehati-hatian investor dalam merespons dinamika geopolitik dan perdagangan global.

 


BACA JUGA:

Harga Emas Rebound: Investor Cemas Ketidakpastian Tarif Dagang Trump

Rekomendasi Saham Pilihan: Selasa (22/7/2025)

Harga Minyak Stabil : Pasar Masih Fokus pada Negosiasi Dagang AS-Uni Eropa


 

Koreksi harga minyak terutama dipicu oleh ketidakpastian seputar rundingan tarif antara AS dan mitra dagangnya. Menjelang batas waktu 1 Agustus, investor menanti hasil dari pembicaraan intensif yang tengah berlangsung antara Uni Eropa dan Amerika Serikat.

 

Menurut laporan Bloomberg, negosiator dari kedua pihak masih berupaya merumuskan kesepakatan dagang baru sebelum batas waktu tersebut. Ketidakpastian hasil perundingan ini memicu sikap wait and see di kalangan pelaku pasar energi.

 

Di sisi lain, hubungan dagang antara AS dan China juga kembali menjadi sorotan. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyatakan bahwa putaran pembicaraan dagang terbaru antara kedua negara akan mencakup isu yang lebih sensitif, seperti pembelian senjata oleh Beijing dan impor minyak dari Rusia. Topik ini dinilai dapat memicu ketegangan baru dan mempengaruhi stabilitas pasar energi global.

 

Sepanjang Juli 2025, harga minyak sempat mengalami tren kenaikan moderat. Namun jika dilihat dari awal tahun, harga minyak masih melemah sekitar 6%. Penyebab utama adalah kekhawatiran atas perlambatan permintaan akibat perang dagang, serta peningkatan produksi oleh negara-negara OPEC+ yang menambah pasokan ke pasar.

 

 

KOMENTAR