Jalan berliku Anak dari Perkawinan Campuran Menjadi WNI 

Hila Bame

Sunday, 30-05-2021 | 10:40 am

MDN
Juliani W Luthan, Ketua Umum Perkawinan Campuran (PerCa)

 

JAKARTA, INAKORAN 

 Ada beberapa anak hasil perkawinan campur memilih menjadi warga negara asing (WNA).

Hal ini terjadi  karena aturan yang diberlakukan terhadap anak hasil perkawinan campur, yang lahir sebelum UU Kewarganegaraan No 12 Tahun 2006 tidak fleksibel, demikian  Juliani W Luthan, Ketua Umum Perkawinan Campuran (PerCa) ketika berbicara pada diskusi virtual yang digelar Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI)  pada Jumat (28/5/21) 


baca:  

Menyoroti Perkawinan Campuran dan Anak Berkewarganegaraan Ganda Terbatas


 

Pengenaan biaya naturalisasi WNI senilai Rp 50 juta kepada anak hasil perkawinan campuran  yang tidak melapor sebelum UU No 12 tahun 2006 di sahkan, tentu  menambah beban, ujar Ani, sapaan Juliani Ketum PerCa itu. 

 

UU No 12 Tahun 2006 memberi tenggat 4 tahun kepada orangtua untuk melaporkan anak hasil perkawinan campur  ke Kemenkuham untuk memperoleh kewarganegaraan ganda terbatas.

Jika tidak melapor pada masa 4 tahun (2006 hingga 2010)  itu maka, anak hasil perkawinan campuran akan diperlakukan seperti WNA  biasa, sesuai dengan  perundangan yang berlaku dengan biaya 50 juta rupiah. 

  

Ani mengakui, pemerintah tentu  telah melakukan sosialisasi UU tersebut secara masif di seluruh Indonesia tapi kenyataannya, masih ada orangtua terutama daerah terpencil yang belum mengetahui aturan itu. 

Perkembangan Platform berita online, bertumbuh masif  pada kurun 2014 hingga kini. Demikian handphone Androit yang menjadi basis Platform online menggeliat  sejak 2017.

Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan infrastruktur internet yang lemah menjadi kendala tersebarnya berita UU Kewarganegaraan itu sampai  ke pelosok dan desa-desa, ujar Ani. 


Baca:  

Jaringan 5 G Telkomsel Resmi Beroperasi Paralel degan Jaringan 4G kata Menteri Jhonny

 


Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) adalah sebuah lembaga nirlaba di Jakarta  berkecimpung dalam pelayanan kepada masyarakat  miskin, tertindas dan masyarakat difabel yang kerap terlupakan.

Peneliti IKI serahkan paket sembako kepada Pemulung di Rawalumbu Bekasi Jawa Barat (2/5//21)
Foto:  INAKORAN.COM
 

Pelayanan  dokumen kewarganegaraan serta administrasi kependudukan masyarakat tertindas, menjadi concern IKI selama kurang lebih 15 tahun melayani negeri. 

Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) memandang perlu menelaah kembali implementasi UU No 12 Tahun 2006 yang telah disahkan sejak 15 tahun silam itu.  

Diskusi virtual dengan tema "Menyoroti Perkawinan Campuran dan Anak Berkewarganegaraan Ganda Terbatas"  selain diikuti Komunitas PerCa, Dr. A. Ahsin. S.H.M.H., hadir sebagai pemakalah mengulas capaian dan tantangan UU tersebut. 

IKI menyebut jumlah peserta diskusi mencapai seratusan orang dari berbagai profesi termasuk anak muda. 

 

 

KOMENTAR