Jalan berliku Anak dari Perkawinan Campuran Menjadi WNI

JAKARTA, INAKORAN
Ada beberapa anak hasil perkawinan campur memilih menjadi warga negara asing (WNA).
Hal ini terjadi karena aturan yang diberlakukan terhadap anak hasil perkawinan campur, yang lahir sebelum UU Kewarganegaraan No 12 Tahun 2006 tidak fleksibel, demikian Juliani W Luthan, Ketua Umum Perkawinan Campuran (PerCa) ketika berbicara pada diskusi virtual yang digelar Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) pada Jumat (28/5/21)
baca:
Menyoroti Perkawinan Campuran dan Anak Berkewarganegaraan Ganda Terbatas
Pengenaan biaya naturalisasi WNI senilai Rp 50 juta kepada anak hasil perkawinan campuran yang tidak melapor sebelum UU No 12 tahun 2006 di sahkan, tentu menambah beban, ujar Ani, sapaan Juliani Ketum PerCa itu.
UU No 12 Tahun 2006 memberi tenggat 4 tahun kepada orangtua untuk melaporkan anak hasil perkawinan campur ke Kemenkuham untuk memperoleh kewarganegaraan ganda terbatas.
Jika tidak melapor pada masa 4 tahun (2006 hingga 2010) itu maka, anak hasil perkawinan campuran akan diperlakukan seperti WNA biasa, sesuai dengan perundangan yang berlaku dengan biaya 50 juta rupiah.
Ani mengakui, pemerintah tentu telah melakukan sosialisasi UU tersebut secara masif di seluruh Indonesia tapi kenyataannya, masih ada orangtua terutama daerah terpencil yang belum mengetahui aturan itu.
Perkembangan Platform berita online, bertumbuh masif pada kurun 2014 hingga kini. Demikian handphone Androit yang menjadi basis Platform online menggeliat sejak 2017.
Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan infrastruktur internet yang lemah menjadi kendala tersebarnya berita UU Kewarganegaraan itu sampai ke pelosok dan desa-desa, ujar Ani.
Baca:
Jaringan 5 G Telkomsel Resmi Beroperasi Paralel degan Jaringan 4G kata Menteri Jhonny
Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) adalah sebuah lembaga nirlaba di Jakarta berkecimpung dalam pelayanan kepada masyarakat miskin, tertindas dan masyarakat difabel yang kerap terlupakan.

Foto: INAKORAN.COM
Pelayanan dokumen kewarganegaraan serta administrasi kependudukan masyarakat tertindas, menjadi concern IKI selama kurang lebih 15 tahun melayani negeri.
Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) memandang perlu menelaah kembali implementasi UU No 12 Tahun 2006 yang telah disahkan sejak 15 tahun silam itu.
Diskusi virtual dengan tema "Menyoroti Perkawinan Campuran dan Anak Berkewarganegaraan Ganda Terbatas" selain diikuti Komunitas PerCa, Dr. A. Ahsin. S.H.M.H., hadir sebagai pemakalah mengulas capaian dan tantangan UU tersebut.
IKI menyebut jumlah peserta diskusi mencapai seratusan orang dari berbagai profesi termasuk anak muda.
KOMENTAR