Josefina Agatha Syukur: Budaya Harus Dipertahankan Kaum Perempuan

Sifi Masdi

Tuesday, 20-08-2019 | 17:28 pm

MDN
Ketua KPM Josefina Agatha Syukur, SH, MH [inakoran.com/ina Tv]

Jakarta, Inako

Ketua Komunitas Perempuan Manggarai (KPM) Josefina Agatha Syukur, SH, MH, menegaskan bahwa budaya harus dipertahankan oleh kaum perempuan. Pasalnya, kaum perempuan atau para ibu merupakan sosok yang pertama mewariskan budaya kepada anak-anak dan generasi penerus.

Simak video Ina Tv jangan lupa klik subscibe and like menuju Indonesia maju

 

“Kami merasa bahwa  budaya itu harus dipertahankan oleh perempuan dan harus berada di garda terdepan. Kalau perempuan tidak memahami budaya maka dia tidak bisa mewarisi budaya kepada anak-anak,” kata Josefina yang akrab dipanggil Fifi kepada inakoran.com di sela-sela Festival Budaya Manggarai (FBM) di Taman Mini, Jakarta, Minggu (18/8/2019).

Josefina berbincang hangat dengan Gubernur DKI Anies Baswedan [inakoran.com/ina Tv]

 

Menurut Josefina, berangkat dari pola berpikir bahwa perempuan merupakan garda terdepan dalam menjaga budaya, maka KPM berinisiatif menyelenggarakan Festival Budaya Manggarai dengan menggandeng kerja sama dengan Ikatan keluarga Manggarai Kebon Jeruk Jakarta (IKMKJ) yang bertindak sebagai Meka Landang dan Sanggar Ca Nai Kalimaling yang bertindak sebagai penerima Meka Landang.

Festival yang mengangkat tema “Kearifan Budaya Lokal Manggarai Dalam Era Globalisasi” menampilkan sejumlah kekayaan Budaya Manggarai, antara lain, tarian caci, bazar makanan dan tenun khas Manggarai, fashion show pakaian adat, tarian Congka Sae, dan Rangkuk Alu.

Josefina bersama sang suami Eddy Danggur SH, MH [inakoran.com/ina Tv]

 

Menurut pengacara yang pernah membela mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) dalam kasus penistaan agama, KPM mempunyai misi untuk mementaskan seni dan budaya Manggarai. Dan FBM kali  ini merupakan salah satu wujud dari misi tersebut.  

“Festival Budaya Manggarai ini  berangkat dari keprihatinan kami terhadap beberapa acara di kalangan masyarakat Manggarai yang tidak sepenuhnya menampilkan budaya Manggarai. Oleh karena itu kami coba merangkul beberapa komunitas, antara lan, Sanggar Ca Nai Kalimalang, dan Ikatan Keluarga Manggarai Kedoya Jakarta, untuk menyelenggarakan caci serta hal-hal lainnya,” kata Fifi.

Terkait dengan tantangan merawat budaya Manggarai di tengah globalisasi, Fifi mengakui ada kecenderungan orang Manggarai untuk mengikuti arus globalisasi, sehinggga melupakan budaya asli.

Pertandingan caci [inakoran.com/ina Tv]

 

Perkembangan jaman, kata Fifi, memang tidak bisa dilawan dan oleh karena itu harus bisa menyesuaikan  diri dengan perkembangan tersebut. Namun Fifi sekali lagi menegaskan bahwa dalam budaya Manggarai ada hal-hal dalam tradisi yang tidak bisa disesuaikan dengan perkembangan, misalnya tradisi permainan caci.

“Kita harus menyadari bahwa tidak semua tradisi budaya Manggarai bisa disesuaikan dengan perkembangan jaman. Saya mengambil contoh tarian caci. Dalam permaian caci itu ada Paci dan Paci itu harus digunakan dalam bahasa Manggarai dan tidak boleh menggunakan bahasa lain. Mengapa demikian, karena memang dari sananya sudah begitu dan diwariskan secara turun menurun. Nilai sakralnya akan hilang kalau digunakan dalam bahasa lain,” tegasnya.

Ia menambahkan Paci dalam tradisi caci Manggarai menunjukkan jati diri  seseorang yang terlibat dalam pertandingan  tersebut dan di situ dia berceritra tentang siapa dirinya, sehingga tidak digantikan dengan bahasa lain.

“Kalau penonton  tidak memahami makna yang terkandung dalam Paci itu, maka tinggal diterjemahkan saja. Jadi, kita tidak perlu menghiangkan identitas kita untuk menyesuaikan diri dengan era globalisasi,” tambah wanita asal Kolang Manggarai Barat itu.

Pernyataan senada juga diungkapkan oleh Roman Ndau Lendong, anggota Komisi Informasi Pusat (KIP) Republik Indonesia (RI) periode 2017-20121. Roman mengatakan bahwa FBM merupakan simbol yang menunjukkan bahwa orang Manggarai adalah pekerja keras dan selalu menjunjungi tinggi nilai-nilai sportivitas.

Roman Ndau Lendong (kiri) mendampingi Gubernur Anies Baswedan [inakoran.com/Ina Tv]

 

”Dalam momen festival ini, saya ingin mengajak  semua orang Manggarai di mana pun berada, teruslah mencintai budaya dan mempraktekkan budaya itu, sebab hanya cara itu orang Manggarai tetap eksis di tengah era globaliasi seperti sekarang ini,” tutur Roman kepada inakoran.com.   

Roman  mengakui bahwa globalisasi sebenarnya tidak menghancurkan kebudayaan atau kekhasan kebudayan. Tapi globalisasi justru menjadi challenge atau tantangan bagi orang Manggarai untuk terus menunjukkan kepada dunia bahwa Manggarai mempunyai karakter dan nilai-nilai kejujuran yang sangat kuat yang memengaruhi pembentukan mental orang Manggarai.
 

 

KOMENTAR