Menkeu Purbaya Larang Himbara Salurkan Dana Rp200 Triliun ke Konglomerat
Jakarta, Inakoran
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan agar bank-bank milik negara (Himbara) tidak menyalurkan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun kepada kelompok usaha besar atau konglomerat. Dana tersebut, kata Purbaya, harus digunakan untuk menggerakkan ekonomi rakyat dan memperkuat sektor produktif, bukan untuk spekulasi valas atau memperlemah nilai tukar rupiah.
“Bank yang dikasih Rp200 triliun itu jangan kasih ke konglomerat. Dan enggak boleh dipakai beli dolar, karena itu bisa melemahkan rupiah. Tapi selain itu, silakan saja disalurkan sesuai prinsip kehati-hatian,” tegas Purbaya dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Selasa (28/10).
Purbaya menjelaskan, kebijakan penempatan dana pemerintah di perbankan dilakukan agar pemerintah tidak perlu menyalurkan kredit secara langsung, melainkan memanfaatkan keahlian sistem perbankan nasional dalam menilai kelayakan kredit.
“Sebetulnya yang saya lakukan hanya memindahkan uang ke perbankan. Saya tidak intervensi, karena saya percaya pada ekspertis mereka untuk menyalurkan dana itu ke sektor riil,” ujarnya.
Menurutnya, dalam kondisi sistem perbankan yang sehat, dana segar dari pemerintah akan mendorong persaingan antarbank untuk menyalurkan kredit ke proyek-proyek produktif, sehingga dampaknya dapat menyebar ke berbagai lapisan masyarakat.
“Kalau sistem perbankan berjalan normal, dana itu akan berputar ke sektor kredit dan menggerakkan perekonomian,” tambahnya.
BACA JUGA:
IHSG Dibuka Menguat: Pasar Merespons Positif Pertemuan Trump–Xi Jinping
Harga Emas Antam Turun Rp4.000 per Gram, Kamis (30/10/2025)
Harga Minyak Dunia Naik, Pasar Respon Positif KTT Trump–Xi Jinping
BI Diminta Tak Menyerap Dana
Lebih lanjut, Purbaya mengungkapkan bahwa pemerintah telah meminta Bank Indonesia (BI) agar tidak menyerap kembali dana tersebut. Tujuannya agar likuiditas di sistem keuangan meningkat, sehingga bank terdorong menyalurkan kredit ke dunia usaha.
“Saya pesan ke bank sentral, jangan diserap dana itu. Kalau uangnya cuma disimpan di brankas, bank malah rugi karena harus bayar hampir 4 persen ke saya. Jadi mau tidak mau, mereka akan menyalurkannya ke kredit,” jelasnya.
Menurut Purbaya, meningkatnya persaingan antarbank dalam menyalurkan kredit justru membawa efek positif. Bunga pinjaman cenderung turun karena bank berebut proyek-proyek produktif, sementara bunga deposito ikut menurun sehingga masyarakat terdorong untuk membelanjakan uangnya.
“Kalau bunga deposito turun, orang yang punya uang enggak sayang lagi naruh di bank. Mereka mulai belanja lagi, itu tanda ekonomi mulai bergerak,” tuturnya.
Menkeu menilai kebijakan tersebut mulai menunjukkan hasil. Data terakhir mencatat bahwa peredaran uang primer (base money) meningkat hingga 13,5% pada September 2025, menandakan likuiditas di sistem keuangan semakin longgar dan konsumsi masyarakat meningkat.
“Itu salah satu dampak dari turunnya opportunity cost of money. Masyarakat sudah mulai belanja lagi, artinya ekonomi berputar,” kata Purbaya.
Sebagai bagian dari kebijakan ini, pemerintah menempatkan dana Rp200 triliun di lima bank anggota Himbara: Bank Rakyat Indonesia (BRI) – Rp55 triliun, Bank Negara Indonesia (BNI) – Rp55 triliun, Bank Mandiri – Rp55 triliun, Bank Tabungan Negara (BTN) – Rp25 triliun, dan Bank Syariah Indonesia (BSI) – Rp10 triliun.
Purbaya menegaskan bahwa langkah ini merupakan strategi untuk mengoptimalkan dana pemerintah yang selama ini mengendap di BI tanpa memberi dampak langsung pada ekonomi riil. Dengan menempatkan dana di bank-bank besar, diharapkan kredit ke sektor produktif meningkat dan pertumbuhan ekonomi rakyat makin kuat.







KOMENTAR