Menkeu Purbaya Optimistis IHSG Tembus 9.000 di Akhir Tahun
Jakarta, Inakoran
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menaruh optimisme tinggi terhadap kinerja pasar modal Indonesia. Ia memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang menembus level 9.000 pada akhir 2025. Sentimen positif tersebut disebut ikut mengangkat aliran dana masuk ke Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang Oktober.
Berdasarkan data BEI, IHSG pada perdagangan Selasa (4/11/2025) tercatat melemah 0,40% ke level 8.241,91. Indeks sempat dibuka di 8.275,95, menyentuh titik terendah di 8.225,91, dan mencapai level tertinggi harian di 8.317,08.
Meski terkoreksi, investor asing terlihat kembali aktif dengan beli bersih (net buy) sebesar Rp12,8 triliun sepanjang Oktober — arus masuk bulanan tertinggi dalam lebih dari satu tahun terakhir.
Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, menilai optimisme Purbaya dan BEI mengenai potensi IHSG menembus 9.000 bukan tanpa dasar, namun lebih tepat disebut sebagai target aspiratif.
“Hingga awal November, ekonomi Indonesia masih menunjukkan ketahanan yang solid. Inflasi terkendali di 2,86% yoy, PMI manufaktur ekspansif di 51,2 — lebih tinggi dibandingkan Korea Selatan, China, Jerman, dan Inggris — serta surplus dagang mencapai US$33,5 miliar,” ujar Liza.
Menurutnya, kombinasi inflasi rendah, ekspor kuat, dan aktivitas produksi yang tumbuh positif menjadi bantalan utama stabilitas ekonomi domestik di tengah tekanan global.
BACA JUGA:
Momentum Saham Grup Barito Masuk MSCI
Harga Emas Global Turun: Dipicu Tekanan Kebijakan Pajak Baru China
Rekomendasi Saham Pilihan: Selasa (4/11/2025)
Dari sisi teknikal, Liza mengakui momentum IHSG masih positif. Namun secara realistis, Kiwoom Sekuritas memperkirakan pergerakan indeks akan terbatas di kisaran 8.600–8.700 hingga akhir 2025.
“Secara pola bullish reversal, formasi besar Cup & Handle masih terjaga. Jadi potensi uji area 8.600 lebih feasible dibanding proyeksi ke 9.000,” jelasnya.
Pada perdagangan Selasa, investor asing kembali mencatatkan net buy Rp1,03 triliun, dengan fokus pada saham-saham unggulan seperti BBCA, BBRI, TLKM, ASII, dan PTRO.
Menurut Liza, pendorong utama IHSG menjelang akhir tahun mencakup musim belanja Natal dan Tahun Baru, stimulus fiskal pemerintah yang menjaga daya beli masyarakat, serta inflasi yang masih dalam koridor target Bank Indonesia.
Namun demikian, sejumlah risiko masih perlu diwaspadai, antara lain valuasi sektor big cap yang mulai mahal, perlambatan pertumbuhan laba korporasi, dan ketidakpastian arah kebijakan The Fed.
“Jangan lupa, ada rebalancing indeks MSCI bulan November ini. Saham-saham berkapitalisasi besar yang masuk indeks bisa jadi index mover berikutnya,” ujarnya.
Secara keseluruhan, Liza menilai IHSG masih berpeluang menutup tahun dengan nada positif, ditopang oleh aliran dana asing dan fundamental ekonomi yang relatif kuat. Namun, ia menegaskan bahwa level 9.000 masih bersifat psikologis, bukan target fundamental.
“Target akhir tahun kami tetap di area 8.600, dengan bias positif menuju awal 2026 apabila faktor global dan domestik stabil,” tutur Liza.
Ia menambahkan, jika ingin mencapai 9.000, IHSG harus mencetak return sekitar 9% dalam dua bulan terakhir, sesuatu yang sulit tanpa katalis besar tambahan.
Liza juga mengingatkan bahwa ketidakpastian global seperti potensi US government shutdown dan data pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025 yang akan dirilis besok perlu dicermati.
“Kalau pemerintah kurang puas dengan hasilnya, bukan mustahil mereka akan menggenjot belanja pemerintah dan konsumsi masyarakat di sisa tahun ini,” pungkasnya.







KOMENTAR