Perang Israel VS Iran Komoditi Apa Yang Bakal Moncer?

JAKARTA, INAKORAN
Sejak dulu, kejadian global menyisakan sentimen pada komoditi perdagangan dunia dan tidak lain adalah energi. Perang bukanlah berkah bagi manusia namun duni investasi banyak lahir dari kondisi global yang tidak aman.
Ketidaknyamanan, manusia lalu berpikir instrumen investasi apa yang menyelamatkan aset dalam jangka panjang maupun keuntungan jangka menengah.
Saat terjadi perang fisik di Timur Tengah, sebagian besar investor dan trader saham akan mencari saham minyak dan gas atau migas. Alasannya, perang di kawasan Timur Tengah berpotensi mengganggu pasokan migas di sana sehingga bisa membuat harga minyak naik.
Namun, perlu diketahui juga bahwa fakta perang bisa mengangkat emiten batubara, selain minyak bumi.
Komoditas minyak memiliki korelasi yang positif dengan batu bara.
Keduanya sama-sama komoditas yang digunakan untuk kebutuhan energi sehingga jika salah satu mengalami kenaikan harga yang signifikan dapat mempengaruhi yang lainnya
Sejak tahun 2011-saat ini, harga saham minyak dan batu bara terus naik turun, meskipun tingkat penyebaran (selisih) antar keduanya mengalami perubahan.
Terutama saat 2022 ketika Rusia menyerang Ukraina.
Peningkatan harga komoditas yang signifikan apalagi karena perang tidak selalu berakhir positif. Pasalnya, jika perang berkepanjangan dan harga komoditas bisa berada di tingkat tinggi yang cukup lama bisa memicu kenaikan inflasi yang bukan disebabkan oleh kenaikan daya beli.
Hasilnya, ada potensi suku bunga tinggi yang membuat laju perekonomian lebih lambat
Minyak dan batu bara adalah dua komoditas energi yang paling banyak digunakan di seluruh dunia.
Keduanya memiliki korelasi yang positif, artinya jika harga minyak turun, harga batu bara juga hampir pasti akan turun.
Sebaliknya, saat harga minyak naik, harga batu bara pasti akan mengekor naik juga.
Teorinya: jika harga batu bara jauh lebih murah daripada minyak, ada potensi kenaikan permintaan batu bara.
Sehingga, ada asumsi permintaan batu bara berpotensi naik yang akhirnya ikut mengerek harga komoditasnya mengekor pergerakan harga minyak. Begitu juga sebaliknya.
Namun, dalam teori ini tidak sepenuhnya langsung menciptakan permintaan secara riil.
Perubahan penggunaan bahan bakar dari minyak ke gas tidak berkepanjangan.
Ada proses hingga pelestarian menggunakan mesin yang berbeda untuk penggunaan bahan bakar yang berbeda.
Korelasi antara harga minyak dna batu bara sejak 2011 hingga saat ini:
Periode 2011: harga minyak berada di area 90-120 dolar AS per barel, sedangkan harga batu bara berada di area 130 dolar AS per ton.
Periode 2015, harga minyak berada di 25-35 dolar AS per barel,sedangkan harga batu bara berada di 45-50 dolar AS per ton
Periode 2018-2019, harga minyak berada di 80 dolar AS per barel, sedangkan harga batu bara berada di 120 dolar AS per ton
Periode 2020: harga minyak turun ke 25-30 dolar AS per barel, sedangkan harga batu bara berada di 50-60 dolar AS per ton
Periode 2022: Harga minyak naik hingga 110 dolar AS per barel, sedangkan harga batu bara menembus 400 dolar AS per ton
Untuk periode 2022 ini bisa disebut kasus spesial. Harga batu bara melonjak tinggi karena beberapa faktor:
Permintaan batu bara dari Tiongkok meningkat sejak akhir 2021 karena pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Bahkan, Tiongkok sempat terancam krisis energi.
Rusia melakukan penyerangan terhadap Ukraina yang membuat sanksi perdagangan, termasuk komoditas yang membuat risiko kekurangan pasokan batu bara meningkat drastis.
Rusia dikenal sebagai salah satu eksportir batu bara terbesar.
Distribusi gas dari Rusia ke Eropa terhenti yang membuat beberapa negara Eropa menghidupkan kembali pembangkit listrik tenaga batu baranya.
Akhirnya permintaan batu bara thermal untuk kebutuhan pembangkit listrik juga semakin bertambah
Dengan kombinasi kenaikan permintaan secara riil dan cepat itu, harga batu bara akhirnya meroket lebih tinggi dibandingkan harga minyak pada pertengahan 2022.
Dengan menggunakan data-data tersebut, benchmark yang berlaku jika ada kenaikan signifikan harga minyak saat ini.
Berikut benchmark-nya:
Jika harga minyak tetap di area 70-75 dolar AS per barel: harga batu bara hanya naik ke 110 - 115 dolar AS per ton
Jika harga minyak naik ke 80-85 dolar AS per barel. Harga batu bara bisa naik menjadi 120-130 dolar AS per ton
Jika harga minyak naik ke 90-100 dolar AS per barel. Harga batu bara bisa naik menjadi 140-150 dolar AS per ton
Artinya, jika sampai pada tahap pertama pun, mungkin ada potensi kinerja keuangan emiten batu bara akan melewati ekspektasi awal karena perubahan faktor atau kenaikan harga jual rata-rata.
Sumber: Dari berbagai sumber
KOMENTAR