Harga Minyak Dunia Cenderung Menguat Usai AS Jatuhkan Sanksi Atas Iran

Jakarta, Inakoran
Harga minyak global kembali menguat pada perdagangan Rabu (3/9/2025) setelah Amerika Serikat menjatuhkan sanksi baru terhadap jaringan ekspor minyak Iran. Sentimen pasar juga dipengaruhi oleh menantikan keputusan OPEC+ akhir pekan ini serta dinamika geopolitik global yang semakin memanas.
Mengutip Reuters, harga minyak mentah Brent naik US$0,99 atau 1,45% ke level US$69,14 per barel. Sementara minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) menguat lebih tinggi, yakni US$1,58 atau 2,47% ke US$65,59 per barel. Perdagangan WTI pada awal pekan sempat libur karena Hari Buruh di AS.
Kenaikan harga ini terjadi setelah Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi terhadap jaringan perusahaan pelayaran dan kapal yang dipimpin seorang pengusaha Irak-Kittitian, yang dituduh menyelundupkan minyak Iran dengan disamarkan sebagai minyak Irak. Langkah ini menjadi bagian dari strategi tekanan berkelanjutan pemerintahan Presiden Donald Trump di tengah mandeknya perundingan nuklir dengan Teheran.
“Penindakan AS terhadap ekspor Iran jelas menopang harga hari ini,” kata Phil Flynn, analis senior Price Futures Group.
BACA JUGA:
Rekomendasi Saham Pilihan: Rabu (3/9/2025)
Harga Emas Antam Naik Rp26.000 Per Gram: Rabu (3/9/2025)
Harga Minyak Dunia Menguat: Pasar Pantau Perang Rusia-Ukraina
Pasar Tunggu Rapat OPEC+
Fokus investor kini tertuju pada pertemuan OPEC+ pada 7 September mendatang. Analis memperkirakan kelompok tersebut belum akan mencabut pemangkasan produksi sukarela yang diberlakukan Arab Saudi, Rusia, dan sejumlah negara lain. Kebijakan itu selama ini berhasil menopang harga minyak di kisaran US$60 per barel.
“OPEC+ kemungkinan akan menunggu data tambahan setelah berakhirnya musim berkendara musim panas di AS sebelum menentukan langkah selanjutnya, mengingat surplus pasokan diperkirakan terjadi pada kuartal IV/2025,” jelas analis independen Gaurav Sharma.
Selain itu, Saudi Aramco dan SOMO (perusahaan minyak negara Irak) dilaporkan menghentikan penjualan minyak mentah ke Nayara Energy India menyusul sanksi Uni Eropa terhadap kilang tersebut. Situasi ini menambah kekhawatiran pasar terkait ketatnya pasokan non-sanksi.
Pasar juga mencermati dinamika geopolitik dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) 2025 yang berlangsung 31 Agustus–1 September. Forum ini dihadiri Presiden China Xi Jinping, Presiden Rusia Vladimir Putin, serta lebih dari 20 pemimpin negara non-Barat, termasuk Perdana Menteri India Narendra Modi.
Dalam pertemuan tersebut, Xi dan Putin menyerukan tatanan keamanan serta ekonomi global baru yang lebih mengedepankan kepentingan negara-negara Global South, menantang dominasi AS.
Analis energi John Kilduff menilai konferensi ini dapat memaksa Washington untuk merespons dengan sanksi tambahan. “Jika Trump memberlakukan sanksi sekunder, terutama terhadap India, itu bisa semakin menopang harga minyak,” ujarnya.
Selain isu geopolitik, pasar juga didorong oleh ekspektasi penurunan stok minyak mentah AS pasca berakhirnya musim berkendara musim panas. Menurut analis UBS Giovanni Staunovo, permintaan bahan bakar yang tinggi pada periode tersebut kemungkinan mempercepat penarikan persediaan.
Sementara itu, serangan drone Ukraina dilaporkan telah melumpuhkan sekitar 17% kapasitas pemrosesan minyak Rusia, setara dengan 1,1 juta barel per hari. Dari sisi suplai lain, produksi harian minyak Kazakhstan naik tipis menjadi 1,88 juta barel per hari pada Agustus, dibandingkan 1,84 juta barel per hari pada Juli.
KOMENTAR