Harga Minyak Dunia Melonjak 4% di Tengah Konflik Iran-Israel

Sifi Masdi

Wednesday, 18-06-2025 | 11:46 am

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]

 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak mentah dunia melonjak lebih dari 4% pada Rabu (18/6/2025), dipicu oleh meningkatnya ketegangan antara Iran dan Israel. Konflik yang kembali memanas ini memunculkan kekhawatiran akan terganggunya pasokan energi global, meski sejauh ini belum ada gangguan langsung yang signifikan terhadap distribusi minyak dunia.

 

Menurut data Reuters, harga minyak Brent untuk kontrak pengiriman Agustus naik sebesar US$3,22 atau 4,4%, sehingga diperdagangkan di level US$76,45 per barel. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) menguat US$3,07 atau 4,28% menjadi US$74,84 per barel.

 


BACA JUGA:

Manajemen TOBA Bantah Isu Kerja Sama dengan Danantara

Harga Emas Antam Turun Rp 7.000 per Gram: Rabu (18/6/2025)

Harga Minyak Dunia Turun US$1 per Barel: Redanya Ketegangan Israel-Iran


 

Laporan dari Iran menyebutkan bahwa produksi gas di ladang South Pars — yang terletak di wilayah perbatasan dengan Qatar — sempat ditangguhkan akibat kebakaran yang diduga dipicu serangan udara Israel pada Sabtu (15/6). Fasilitas penyimpanan minyak di kawasan Shahran juga dilaporkan menjadi target serangan, memperbesar risiko terhadap infrastruktur energi negara tersebut.

 

“Serangan yang terus berlanjut antara Iran dan Israel telah mengangkat kembali sentimen risiko geopolitik di pasar minyak global,” ujar Phil Flynn, Analis Senior di Price Futures Group. Ia mengingatkan bahwa pasar minyak sudah dalam kondisi rapuh karena ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan, dan konflik ini berpotensi berkembang menjadi krisis jangka panjang seperti yang terjadi dalam konflik Rusia-Ukraina.

 

Menambah kecemasan pasar, dua kapal tanker minyak dilaporkan bertabrakan di dekat Selat Hormuz — jalur pelayaran vital yang menjadi penghubung utama ekspor minyak dari kawasan Timur Tengah. Insiden ini terjadi di tengah gangguan elektronik yang meningkat di wilayah tersebut.

 

Namun demikian, Ole Hansen, analis di Saxo Bank, menilai risiko penutupan Selat Hormuz masih tergolong rendah. “Tidak ada pihak yang berkepentingan untuk menutup jalur ini. Iran sendiri akan merugi dari sisi pendapatan ekspor, sementara Amerika Serikat ingin menjaga harga minyak tetap rendah demi mengendalikan inflasi,” jelasnya.

 

Ketidakpastian geopolitik mendorong pasar memperhitungkan potensi premi risiko keamanan. John Kilduff dari Again Capital menyebut bahwa harga minyak kini mencerminkan tambahan premi sekitar US$10 per barel sebagai langkah antisipatif atas risiko konflik yang lebih luas.

 

Di tengah eskalasi ketegangan, laporan terbaru dari Badan Energi Internasional (IEA) menunjukkan bahwa pasokan minyak global tetap relatif stabil. IEA bahkan menaikkan estimasi pasokan minyak sebesar 200.000 barel per hari menjadi total 1,8 juta barel per hari. Di sisi lain, proyeksi permintaan justru direvisi turun sebanyak 20.000 barel per hari dari laporan sebelumnya.

 

 

KOMENTAR