Harga Minyak Dunia Terjun ke Level Terendah dalam 8 Pekan

Sifi Masdi

Thursday, 07-08-2025 | 13:49 pm

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]

 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak mentah global kembali tergelincir, mencatat penurunan sekitar 1% pada perdagangan Rabu (6/8/2025), dan menyentuh titik terendah dalam delapan pekan terakhir. Tekanan terhadap harga terutama dipicu oleh dinamika geopolitik yang melibatkan Amerika Serikat, Rusia, dan India, serta proyeksi peningkatan pasokan dari OPEC+.

 

Sinyal perubahan sikap dari Presiden AS Donald Trump terkait hubungan dengan Moskow menjadi sorotan pasar. Trump menyatakan bahwa utusannya, Steve Witkoff, telah mencatat kemajuan dalam pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Namun, belum ada kepastian apakah sanksi tambahan terhadap Rusia akan dibatalkan atau tetap diberlakukan.

 

“Semua sepakat bahwa perang ini harus segera berakhir, dan kami akan mengupayakannya dalam beberapa hari dan pekan ke depan,” kata Trump dalam pernyataannya, tanpa menjabarkan detail lebih lanjut.

 


BACA JUGA:

Harga Emas Dunia Melemah Tipis: Dampak Aksi Ambil Untung

Rekomendasi Saham Hari Ini: Kamis (7/8/2025)

Menunggu Pengumuman MSCI Saham Berpotensi Ini Daftarnya


 

Ketidakjelasan ini memicu ketidakpastian di pasar minyak. Rusia, sebagai produsen minyak terbesar kedua di dunia, berpotensi meningkatkan ekspor minyaknya jika sanksi dilonggarkan — yang akan menambah pasokan global dan menekan harga lebih jauh.

 

 

Harga Brent: Turun 75 sen atau 1,1% ke level US$66,89 per barel. Harga WTI: Merosot 81 sen atau 1,2% ke level US$64,35 per barel. Keduanya mencatat penurunan selama lima hari berturut-turut, dengan Brent menyentuh level terendah sejak 10 Juni dan WTI terendah sejak 5 Juni 2025.

 

Ironisnya, sebelum komentar Trump mengenai Rusia, harga minyak sempat menguat setelah dia menandatangani perintah eksekutif untuk mengenakan tarif tambahan sebesar 25% terhadap produk impor dari India. Kebijakan ini dipicu oleh anggapan bahwa India, secara langsung maupun tidak langsung, mengimpor minyak dari Rusia.

 

Tarif tersebut dijadwalkan mulai berlaku 21 hari setelah 7 Agustus 2025, dan menambah kompleksitas dalam hubungan dagang global — mengingat India dan China merupakan dua pembeli utama minyak Rusia.

 

“Pemberlakuan tarif 21 hari ini, sementara Rusia berupaya menyusun kesepakatan gencatan senjata jelang tenggat 8 Agustus dari Trump, menciptakan ketidakpastian besar bagi pasar,” ujar Bob Yawger, Direktur Energi Berjangka di Mizuho.

 

Faktor lain yang turut membebani harga adalah rencana OPEC+ untuk meningkatkan pasokan. Di sisi lain, Arab Saudi — eksportir minyak terbesar dunia — justru kembali menaikkan harga jual untuk kawasan Asia pada pengiriman September. Ini menjadi kenaikan dua bulan berturut-turut, mencerminkan ketatnya pasokan di tengah permintaan yang tetap kuat.

 

Data terbaru dari Badan Informasi Energi AS (EIA) menunjukkan bahwa stok minyak mentah AS turun 3 juta barel pada pekan yang berakhir 1 Agustus. Angka ini jauh melebihi ekspektasi analis sebesar 0,6 juta barel, namun masih di bawah penurunan 4,2 juta barel yang diperkirakan oleh American Petroleum Institute (API).

 

Dalam perkembangan lain yang bisa berdampak jangka menengah, Perdana Menteri India Narendra Modi dikabarkan akan melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya ke China dalam lebih dari tujuh tahun. Ini bisa menjadi sinyal mencairnya hubungan diplomatik antara dua raksasa Asia, yang juga merupakan pemain besar dalam pasar energi global.

 

 

 

KOMENTAR