Harga Minyak Menguat Tipis: Pasar Menanti Pertemuan Trump–Putin

Sifi Masdi

Tuesday, 12-08-2025 | 10:39 am

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]

 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak dunia menguat tipis pada perdagangan Selasa (12/8/2025), di tengah fokus pasar pada rencana pertemuan penting antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin yang akan membahas perang di Ukraina.

 

Mengutip Reuters, harga minyak berjangka Brent naik US$0,04 atau 0,06% menjadi US$66,63 per barel. Sementara minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) AS menguat US$0,08 atau 0,13% ke US$63,96 per barel.

 

Pertemuan Trump dan Putin dijadwalkan berlangsung di Alaska pada 15 Agustus untuk merundingkan penghentian perang di Ukraina. Momen ini dinilai krusial karena AS telah meningkatkan tekanan terhadap Rusia, termasuk ancaman sanksi yang lebih ketat jika kesepakatan damai tidak tercapai.

 

Trump sebelumnya menyatakan bahwa Ukraina dan Rusia harus bersedia melakukan pertukaran wilayah sebagai bagian dari solusi perdamaian. Ia bahkan memberi tenggat kepada Rusia hingga pekan lalu untuk menyetujui gencatan senjata, atau para pembeli minyak Rusia akan menghadapi sanksi sekunder.

 


BACA JUGA:

Harga Emas Antam Anjlok Rp21.000 per Gram: Selasa (12/8/2025)

Rekomendasi Saham Hari Ini: Selasa (12/8/2025)

Harga Minyak Dunia Melemah: Dampak Tarif Baru AS


 

Selain itu, Washington juga mendesak India untuk mengurangi pembelian minyak dari Rusia. Pasar sempat tertekan setelah diketahui AS hanya akan memberlakukan tarif tambahan pada India, bukan pada semua pembeli minyak Rusia, sehingga ekspektasi gangguan pasokan menjadi lebih rendah.

 

Analis StoneX, Alex Hodes, mengatakan penurunan harga minyak yang terjadi belakangan ini tertahan karena investor menunggu hasil pertemuan pada Jumat mendatang.

 

UBS (Union Bank of Switzerland) memangkas proyeksi harga Brent akhir tahun dari US$68 menjadi US$62 per barel. Penurunan proyeksi ini disebabkan pasokan lebih tinggi dari Amerika Selatan dan produksi yang tetap kuat dari negara-negara terkena sanksi. UBS juga menilai permintaan India melemah, sementara OPEC+ kemungkinan menahan kenaikan produksi kecuali terjadi gangguan pasokan besar.

 

Survei Reuters menunjukkan produksi OPEC naik pada Juli setelah adanya kesepakatan peningkatan output, meski terbatas akibat pemangkasan tambahan dari Irak dan serangan drone di ladang minyak Kurdi.

 

Phil Flynn, Analis Senior Price Futures Group, menilai pasar saat ini berada pada titik keseimbangan antara kebijakan OPEC yang membatasi produksi dan potensi gencatan senjata Ukraina yang bisa membuka kembali aliran minyak Rusia. “Kondisi ini membuat harga minyak bergerak naik-turun seperti yo-yo,” ujarnya.

 

Di luar isu geopolitik, konsorsium yang dipimpin Exxon Mobil memulai produksi minyak mentah empat bulan lebih cepat dari jadwal di fasilitas produksi terapung keempatnya di Guyana. Sementara itu, data Biro Statistik Nasional China menunjukkan harga produsen pada Juli turun lebih dalam dari perkiraan, menandakan tekanan ekonomi yang dapat mempengaruhi permintaan energi global.

 

 

KOMENTAR