Indikator Bupati Gagal dan Bupati Berhasil

Oleh: H. Adlan Daie [Pemerhati politik dan sosial keagamaan]
Diskusi, tukar tambah gagasan dan debat intens penulis dengan Oo Dialambaka, kritikus kebijakan publik lintas rejim politik dan Sdr. Mahfudin, SH., pengacara "ganas" dan "risk taker", penuh resiko, sampailah penulis pada dua kesimpulan tentang indikator apakah bupati berhasil atau bupati gagal dalam kepemimpinan di kabupaten yang dipimpinnya, yaitu:
Pertama, di era "post truth" dan rejim media sosial saat ini tidak mudah menilai bupati sukses dan bupati gagal.
Definisi "post truth" oleh para pengamat politik disebut era "pasca kebenaran". Dalam teori Alexander Boose, penulis buku "Museum Of Hoaxes" sebagaimana diadaptasi Dr. Robi Muhamad, Sosiolog dari UI (Universitas Indonesia) penulis secara simpel menyebutnya era "campur sari fakta dan kebohongan'.
Illustrasi simpelnya begini: Seorang pejabat meyakinkan publik bahwa " di era kepemimpinannya kemiskinan turun hingga dibawah (10%)".
Pernyataan ini mungkin benar secara fakta. Tapi klaim ini bercampur kebohongan karena fakta diatas diklaim otonom keberhasilan dirinya, tidak dikaitkan dengan tahapan keberhasilan penurunan angka kemiskinan di era rejim politik sebelumnya hingga sampai pada angka dibawah 10%.
Ini teknik "berbohong secara ilmyah". Dulu desain teknik manupulatif seperti ini dipakai rejim Fir'un lewat kepiawaian para "tukang sihir"nya.
Baca juga
Viral, ABG Perempuan Dihajar dan Diseret di Jalan
Di era dinasti Umayyah lewat syair para pujangga istana. Di era komunisme tradisional lewat modus propaganda "kebohongan yang diulang ulang akan menjadi kebenaran publik".
Kini di era rejim media sosial kesuksesan atau kegagalan bisa diatur oleh kemampuan rejim mengerahkan para "buzzer" berbayar (Rp) di ruang publik.
Kedua, ditengah kerumitan indikator di atas lembaga UNDP (United Natiions Development Programme), badan otonom PBB meletakkan kerangka umum ukuran sukses atau gagal dalam indikator yang netral, independen dan relatif objektif.
Yakni indikator "progres" IPM (indeks pembangunan manusia) yang dicapai sebuah "nation state" atau dalam lingkup lebih kecil level kabupaten yang dipimpinnya. Bukan oleh keberhasilan menumpuk numpuk penghargaan dan mobilisasi puja puji.
Konteks mengukur bupati berhasil.dan bupati gagal pun tidak tepat sepenuhnya dibaca dari.rangking IPM.kab/kota dalam lingkup satu provinsi secara "statis" melainkan berapa capaian indeks kenaikan IPM dalam satu tahun anggaran secara komparatif dengan "progres" kab/kota lain di sebuah provinsi.
Hasilnya akan menggambarkan naik turunnya indeks pendidikan, derajat kesehatan dan kemampuan daya beli masyarakatnya.
Baca juga
Paus Fransiskus Mendorong Para Lelaki Dewasa Untuk Segera Menikah
Jadi tidak perlu "berkoar koar" lagi dengan janji janji karena dalam posisi nya sudah menjadi bupati adalah memberikan bukti kepada masyarakat secara terukur lewat capaian IPM.
Deteksi kualitatif secara dini dapat dibaca pula dari postur keberpihakan kebijakan APBD terhadap belanja publik, cara mengangkat, mutasi atau menurunkan seorang perangkat birokrasi apakah di luar nalar "akal sehat" misalnya hanya dua bulan diangkat lalu dimutasi tanpa progres.
Layanan publiknya dibawah standart layanan TIKI dan J&T, berbelit belit menguras energy rakyatnya, mudah menggusur "kaki lima" tanpa solusi beradab hanya untuk keindahan kota dan lain lain.
Itulah.cara relatif adil mengukur indikator bupati berhasil atau bupati gagal dalam kepemimpinannya.
Inilah jalan politik mulia dan beradab agar bupati tidak tenggelam dalam "kolam" puja puji, jjauh dari substansi progres performa kepemimpinannya.
Persoalan apakah bupati berhasil atau bupati gagal akan dipilih atau tidak dipilih kembali oleh rakyatnya adalah bab lain.yang lebih rumit di bacanya. Tapi justru karena rumit itulah politik menjadi magnit yang "sexi" untuk dinikmati dinamikanya.
Wassalam!!!

KOMENTAR