Info Pasar Saham sepekan

Jakarta, Inako
Bursa saham utama AS ditutup menguat pada akhir pekan lalu (17/7), di mana indeks Dow Jones menguat sebesar 2,29 persen ke level 26.671,95 dan Indeks S&P 500 menguat 1,25 persen ke level 3.224,73 dalam sepekan.
Indeks S&P 500 mengalami kenaikan selama tiga minggu berturutturut dan mencapai level intraday tertinggi sejak terjadinya aksi jual di pasar pada akhir Februari; bahkan ketika menyentuh puncaknya pada Rabu (15/7), indeks sempat berada di zona positif untuk tahun ini.
Rotasi pasar juga terlihat dalam kinerja yang baik dari saham-saham berkapitalisasi kecil, yang telah jauh tertinggal dalam beberapa bulan terakhir. Dalam indeks S&P 500, saham industri mengungguli dengan margin yang lebar, sementara saham teknologi melemah.
baca juga:
pada hari Jumat (10/7) Pekan lalu diwarnai dengan penyampaian rilis pendapatan perusahaan yang listing di pasar, dimana 32 dari perusahaan S&P 500 dijadwalkan untuk melaporkan hasil kuartal kedua, menurut Refinitiv.
Beberapa bank besar melaporkan penurunan laba yang tajam karena menyisihkan miliaran dolar untuk mengantisipasi penghapusan kredit macet, tetapi dalam beberapa kasus, para investor tampak terdorong oleh kenaikan pendapatan underwriting dan perdagangan.
Analis yang disurvei oleh FactSet baru-baru ini memperkirakan laba keseluruhan untuk S&P 500 telah terkontraksi 44 persen pada kuartal tersebut dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jika angka tersebut terkonfirmasi, ini akan menjadi kinerja terburuk sejak penurunan pendapatan 69 persen saat krisis keuangan pada kuartal terakhir tahun 2008.
Dari kawasan Eropa, bursa saham mencatatkan kenaikan sepanjang pekan lalu didorong oleh kabar menggembirakan terkait pengembangan vaksin virus corona. Indeks STOXX Europe 600 pan-European menguat 1,6 persen di akhir pekan, sama halnya dengan sejumlah indeks Eropa lainnya. Indeks DAX Jerman naik 2,26 persen, dan Indeks FTSE 100 Inggris naik 3,20 persen.
Para pemimpin Uni Eropa memulai pertemuan puncak dua hari pada Jumat (17/7) untuk membahas usulan dana pemulihan Uni Eropa senilai 750 miliar euro, di tengah harapan pasar untuk tercapainya kesepakatan pada akhir musim panas.
Besarnya dana, kriteria distribusi, dan proporsi hibah untuk pinjaman adalah hal-hal yang belum disepakati. Belanda, Swedia, Denmark, dan Austria ingin mengaitkan pinjaman dengan reformasi yang dirancang untuk meningkatkan produktivitas dan penyerapan tenaga kerja.
Italia dan Spanyol, yang sangat terpukul oleh pandemi virus corona, hendak menyederhanakan agenda reformasi serta distribusi dana melalui hibah. Dari kawasan Asia, bursa saham yang diamati ditutup bervariasi pada perdagangan pekan lalu.
Indeks Nikkei di Jepang ditutup menguat 1,82 persen dan ditutup pada 22.696,42. Demikian pula indeks Kospi di Korea Selatan yang menguat 2,37 persen ke level 2.201,19, indeks FTSE KLCI di Malaysia yang menguat 0,28 persen ke posisi 1.596,33, dan indeks SET Thailand yang menguat 0,67 persen ke posisi 1.359,58.
Sementara itu, indeks Hang Seng ditutup melemah 2,48 persen ke level 25.089,17, bursa saham STI di Singapura yang melemah 1,29 persen ke posisi 2.618,48, dan bursa saham Shanghai di Tiongkok yang melemah 5,0 persen ke level 3.214,13.
Indeks dollar AS melemah 0,73 persen dalam sepekan terhadap enam mata uang utama dunia dari posisi 96,65 pada Jumat (10/7) menjadi 95,94 pada akhir perdagangan pekan lalu (17/7).
Selera investor untuk mata uang berisiko membaik di tengah harapan stimulus lebih lanjut dari Eropa dan Tiongkok dan harapan yang menjanjikan dari produsen vaksin Covid-19. Perusahaan bioteknologi Amerika Serikat, Moderna, mendongkrak risk-on mode pasar setelah dilaporkan menghasilkan vaksin Covid-19 eksperimental yang memicu respon kekebalan pada semua 45 sukarelawan.
Sementara itu, infeksi virus corona (Covid-19) yang terus melonjak di AS, memaksa California dan negara bagian AS lainnya ditutup sebagian. Hal ini meningkatkan kekhawatiran tentang pemulihan ekonomi.
Selain itu, ketegangan antara Washington dan Beijing semakin memanas setelah pemerintahan Donald Trump dikabarkan tengah mempertimbangkan untuk melarang perjalanan ke Amerika Serikat bagi semua anggota Partai Komunis Tiongkok
Yield US Treasury tenor 10 tahun pada akhir pekan lalu (17/7) ditutup di level 0,63 persen atau turun 1 bps bila dibandingkan penutupan pekan sebelumnya di angka 0,64 persen.
Permintaan terhadap US Treasury Bond pada pekan lalu sedikit meningkat karena investor terus mencermati kenaikan jumlah kasus baru virus corona di AS.
Hasil survei dari Universitas Michigan juga menunjukkan bahwa sentimen konsumen AS turun pada awal Juli di tengah meningkatnya kasus baru virus corona.
Indeks sentimen konsumen AS tersebut turun ke level 73,2 pada Juli 2020, dari level 78,1 pada Juni 2020. Namun demikian, pasar obligasi masih berada di bawah tekanan di tengah kekhawatiran terkait risiko inflasi.
Ekspektasi inflasi untuk tahun mendatang naik tipis menjadi 3,1 persen dari ekspektasi pada bulan sebelumnya sebesar 3 persen. Sementara ekspektasi inflasi untuk 5 tahun ke depan meningkat menjadi 2,7 persen dari 2,5 persen.
Pasar Komoditas. Harga minyak Brent kontrak berjangka acuan global melemah sementara West Texas Intermediate (WTI) meningkat tipis pada perdagangan pekan lalu.
Harga minyak Brent acuan global melemah 0,23 persen ke level US$43,14 per barel. Sedangkan WTI meningkat tipis sebesar 0,04 sen atau tumbuh 0,09 persen mencapai US$40,59 per barel.
Pergerakan harga minyak pada pekan lalu terjadi karena didorong oleh ketidakpastian permintaan minyak sebagai akibat dari lonjakan jumlah kasus baru Covid-19 di seluruh dunia. Potensi pelemahan demand minyak berdampak pada operasional rig minyak.
Pada akhir pekan lalu, Amerika Serikat memotong jumlah rig minyak dan gas alam yang beroperasi ke rekor terendah selama 11 minggu berturutturut. Sementara itu, demand minyak Tiongkok pada Q2-2020 mengalami kontraksi sebesar 6 persen, lebih baik dibandingkan dengan kontraksi demand minyak Q1-2020 yang mencapai 19 persen.
Di sisi domestik, pandemi Covid-19 yang terus berlanjut turut meredam permintaan minyak di Indonesia. Faktor rendahnya harga minyak dunia juga turut berkontribusi pada tekanan demand minyak di Indonesia.
Hal ini berdampak pada realisasi lifting minyak yang berada di bawah target yang ditetapkan sebesar 755.000 barrels per day (bpd). Realisasi lifting minyak di Indonesia periode Januari hingga Juni 2020 hanya mencapai 713.300 bpd.
Selain itu, SKK Migas juga memangkas outlook investasi sektor oil and gas dari US$13,83 milyar menjadi US$11,6 milyar seiring dengan keputusan investor dalam merevaluasi harga minyak yang rendah.
Harga komoditas batu bara ICE Newcastle pada pekan lalu (17/7) ditutup melemah 0,38 persen ke level US$52,20 per metriks ton. Komisi Reformasi dan Pembangunan Tiongkok (NDRC) berencana untuk melonggarkan kuota impor batu bara Tiongkok, seiring dengan membaiknya demand Tiongkok atas barang-barang komoditas energi,
Di sisi domestik, sekitar 32 perusahaan tambang mengajukan revisi produksi batu bara dengan rincian 30 perusahaan berencana menaikkan produksi dan 2 perusahaan berencana mengurangi produksi.
Dari komoditas CPO, harga CPO berjangka kontrak acuan di Bursa Malaysia Derivatives Exchange pekan lalu menguat 9,4 persen mencapai RM 2.699. Meskipun demikian, harga CPO year to date masih mengalami pertumbuhan negatif 34,64 persen. Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) berencana untuk memperkuat kerjasama dengan European Commission dalam mengusulkan draft regulasi dalam kebijakan “Farm to Fork” food supply policy Uni Eropa.
Hal tersebut merupakan sebuah upaya untuk mengatasi konflik perdagangan CPO antara Uni Eropa dengan negara-negara produsen CPO.
Sumber: Kemenkeu RI
TAG#BURSA SAHAM
190316076
KOMENTAR