Rekomendasi Saham Pilihan: Selasa, 8 Juli 2025

Sifi Masdi

Tuesday, 08-07-2025 | 09:03 am

MDN
Ilustrasi pergerakan saham [ist]

 

 

Jakarta, Inakoran

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan melanjutkan tren penguatan pada perdagangan Selasa, 8 Juli 2025, dengan potensi pergerakan menuju kisaran 6.992 hingga 7.050. Meskipun tekanan jual masih membayangi, analis menilai ada peluang teknikal bagi indeks untuk naik dalam jangka pendek.

 

Pada perdagangan Senin (7/7/2025), IHSG ditutup menguat 0,52% ke level 6.900. Meski kenaikan tersebut terjadi di tengah tekanan jual, analis MNC Sekuritas menilai bahwa posisi IHSG saat ini tengah berada dalam fase penguatan, tepatnya bagian dari wave (b) dari wave [b] dalam analisis teknikal mereka.

 

“IHSG masih berpeluang menguat setidaknya ke rentang 6.992–7.050 pada label hitam. Namun, investor perlu waspada terhadap skenario label merah di mana IHSG bisa terkoreksi kembali ke 6.582–6.721,” tulis Tim Riset MNC Sekuritas.

Untuk hari ini, MNC Sekuritas memproyeksikan support IHSG berada di level 6.824 dan 6.752, sementara resistance di kisaran 6.994 dan 7.085.

 


BACA JUGA:

Harga Minyak Dunia Anjlok  Usai  OPEC+ Umumkan Kenaikan Produksi

Harga Emas Dunia Melemah Jelang Penetapan Tarif Baru Donald Trump

IHSG Dibuka Melemah Tipis 0,065: Senin (7/7/2025)


 

Beberapa saham yang direkomendasikan oleh MNC Sekuritas untuk diperhatikan pada perdagangan hari ini antara lain: MYOR, PTRO, RATU, UNVR.

 

Sementara itu, Equity Analyst dari Indo Premier Sekuritas, Imam Gunadi, memproyeksikan IHSG pada pekan ini berpotensi menguat menuju level 6.970, setelah pekan lalu terkoreksi 0,47% akibat tekanan jual asing yang mencapai Rp2 triliun.

 

Menurut Imam, pasar saat ini sedang berada dalam fase "persimpangan jalan", di mana terdapat harapan akan meredanya tensi perang dagang global, namun di sisi lain, ketidakpastian fiskal dan arah kebijakan suku bunga Amerika Serikat masih menjadi faktor penekan.

 

“Optimisme global memang membaik, tapi risiko makroekonomi seperti arah suku bunga The Fed dan kebijakan fiskal AS masih terus dibayangi pelaku pasar,” ujar Imam.

 

Pergerakan pasar juga tidak lepas dari data aktivitas manufaktur global. Tiongkok mencatat perbaikan, dengan PMI Manufaktur naik ke 49,7 pada Juni 2025. Kenaikan ini didorong peningkatan pesanan baru dan output pabrik. Amerika Serikat juga menunjukkan sinyal serupa, meski masih dibayangi lemahnya permintaan domestik.

 

Sebaliknya, Indonesia justru mengalami penurunan aktivitas manufaktur. PMI Indonesia turun dari 47,4 ke 46,9, mengindikasikan kontraksi yang makin dalam. “Penurunan ini mencerminkan lemahnya permintaan domestik, yang kemudian menekan output, pembelian bahan baku, dan tenaga kerja,” terang Imam

 

Disclaimer:

Rekomendasi ini bukan merupakan ajakan untuk membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya berada di tangan investor.

 

 

 

KOMENTAR