Pak Harto & H. Yance

Johanes

Friday, 13-12-2019 | 21:46 pm

MDN
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat, Adlan Daie

Oleh.  : Adlan Daie
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat

 

Indramayu, Inako

 


Membandingkan Pak Harto dan H.Yance tentu tidak apple to apple dan tidak proporsional dari sisi langkap politiknya, level ketokohannya, power pengaruhnya dan dimensi semangat jamannya. Di sisi lain, membaca H.Yance dalam konteks Pilkada Indramayu 2020 mengingatkan penulis pada petuah bijak Voltaire, filsuf Prancis abad pencerahan Eropa, bahwa La hestoria La repette,  sejarah akan selalu berulang dengan derajat momentum yang berbeda. Sejarah lengsernya Pak Harto secara tragis dan nestapa tahun1998, dua puluh tahun silam, adalah pelajaran berharga bagi kita untuk dipetik hikmah dan pesan-pesan terdalam politiknya.

Puja-puji selama puluhan tahun dan terakhir di era Golkar dipimpin Harmoko masih memaksakan aksi kebulatan tekat mendukung Pak Harto untuk menjadi Presiden RI periode ke tujuh kalinya hingga terpilih kembali secara aklamasi di sidang umum MPR RI tahun1998 dan selanjutnya sebagaimana kita maklum pilar-pilar penyangga politiknya yang sangat kuat secara tak terduga hanya mampu bertahan selama tiga bulan di kursi kepresidenan dihempas angin kencang gerakan reformasi.

Mundurnya Hj. Ana Shopanah dari jabatan Bupati Indramayu dua tahun silam secara terhormat, legowo dan tidak dalam tekanan politik dalam persepsi penulis adalah  bagian dari bentuk kearifan politik H. Yance, suami sekaligus tokoh politik sentral Indramayu yang sangat layak diapresiasi di tengah keserakahan dan keangkuhan politik atas nama hak politik dan demokrasi. Kecuali di kemudian hari kembali memunculkan figur di lingkaran dalamnya untuk kontestasi Pilkada Indramayu 2020, tentu hanya H. Yance dan putaran waktulah yang bisa menjawabnya dengan segala dinamika dan pesan spirit jamannya yang sulit direspons dengan cara pandang lama.

Pengalaman berinteraksi secara intens dan mendalam dengan H. Yance, antara lain, penulis tuangkan dalam buku berjudul _"Biografi dan Catatan Atas Kepemimpinan H.Irianto MS Syafiudin"_(2009), sepuluh tahun silam, buku pertama tentang H. Yance, penulis sedikit memahami sisi dalam kearifan-kearifan politiknya dan keterbukaan sharing dialogis pandangan sosialnya. Sangat berbeda dengan rumor, gosip dan framing negatif yang berkembang di batas luar pagar politiknya.

Problemnya kekuatan politik yang memusat secara establish bertahun-tahun dalam ketokohan pribadinya memaksa lingkaran terdekatnya dengan ragam kepentingan politik dan lain-lain menyanderanya untuk selalu berada dalam pusat orkestrasi politik Indramayu berkejaran dengan lipatan waktu yang tidak bisa dihentikan dan terus berjalan menurut fitrah hukum alam ibarat roda pedati berputar ke atas ke bawah menyusuri jalan panjang kehidupan.

Kini, di tengah proses kontestasi Pilkada Indramayu 2020 bersamaan dengan proses pengembangan kasus OTT KPK yang menjerat H.Supendi, bupati dan ketua DPD Partai Golkar melalui pemanggilan saksi-saksi hingga data terakhir berjumlah 58 orang saksi dan berlangsungnya penggeledahan di sejumlah tempat oleh tim penyidik KPK, H.Yance kembali dihadapkan pada problem-problem politik yang tidak sederhana dan rumit.

Memaksakan figur tertentu dengan potensi menjadi  tersangka baru, minimal menjadi saksi yang diperiksa berulang-ulang melelahkan secara psikhologis dalam kasus lanjutan OTT KPK akan menjadi titik krusial dan problematis dalam narasi rekam jejak perjalanan politik H.Yance dan berpeluang kalah dalam kontestasi Pilkada Indramayu 2020 meskipun di back up jaringan birokrasi yang sesungguhnya sudah melemah dan menyempit daya tekannya dan berpotensi mendapatkan perlawanan keras dan vulgar dari oposisi politiknya.

Jalan moderat yang tersisa bagi H.Yance sebagaimana dipaparkan penulis dalam tulisan terdahulu berjudul  "Menimbang Resiko H Yance'(Inakoran, edisi 8/12/2019) adalah, 

pertama, memunculkan figur yang jauh dari potensi menjadi tersangka baru dalam effect lanjutan pengembangan kasus OTT KPK sebagai pertanggungjawaban amanah politik kepada publik akan pentingnya figur yang bersih, 

Kedua, figur yang diterima semua level struktural partai Golkar, dan ketiga, figur yang mampu menjadi tambal sulam elektoral atas kekecewaan Indramayu barat terhadap tertangkapnya H.Supendi yang berkembang liar opini di ruang publik.

Belajar dari Pak Harto dalam konteks di atas sesungguhnya belajar bahwa setiap jaman  menghadirkan tokoh dan semangat jamannya. Dan setiap tokoh dibatasi garis orbit jamannya. Menabrak garis orbit jaman tentulah paradoks dengan perputaran sunnatullah dan hanya akan membuahkan akhir kenestapaan. Sebaliknya memahami kearifan tanda-tanda jaman akan berakhir dengan soft landing dan kenangan baik. 

Dalam konteks H.Yance  kontestasi Pilkada Indramayu 2020 diharapkan menjadi pembuka jalan transisi politik yang moderat baik bagi H.Yance maupun bagi maslahat Indramayu ke depan dengan menghadirkan calon pemimpin yang bersih tidak tersandra pusaran kasus OTT KPK untuk selanjutnya dapat bergeser peran menjadi "pandito" ,seorang waskita, tempat berteduhnya masyarakat dalam kearifan pencerahan petuah-petuahnya yang kelak akan dikenang kekal abadi bertahta di hati masyarakatnya.


Semoga bermanfaat.

KOMENTAR